Di era globalisasi saat ini perkembangan industri dunia semakin meningkat. Begitu pula di Indonesia, berbagai industri mulai menjamur. Mulai dari home industry sampai industri dalam skala pabrik. Dampak yang ditimbulkan yaitu meningkatnya produksi sampah plastik sintetik yang digunakan sebagai kemasan produk. Dimana plastik sintetik sulit terurai, sehingga sampah akan terus menumpuk dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Misalnya yaitu menurunkan kesuburan tanah, mengganggu ekosistem laut dan berbahaya bagi kesehatan, karena sampah plastik menghasilkan zat-zat berbahaya saat dibakar.

Pemerintah telah berupaya untuk mengurangi jumlah sampah plastik, salah satunya yaitu dengan mengeluarkan peraturan plastik berbayar. Namun, sepertinya peraturan tersebut kurang efektif dan efisien karena masih banyak swalayan dan pasar yang belum menerapkannya. Selain itu, sampah plastik sudah dimanfaatkan menjadi suatu kerajianan tangan yang memiliki harga jual lebih tinggi. Sayangnya, pembuatan kerajinan tangan tersebut masih dalam skala kecil dan hanya beberapa orang saja.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, inovasi dari limbah tulang ayam yang dikombinasikan dengan sorghum untuk membuat edible film sebagai pengemas jamu tradisional berhasil diciptakan oleh mahasiswa undip, Pipit Riyanti, Setiya Rahayu, dan Kharisma Madda Ellyana dibawah bimbingan dosen kimia UNDIP, Nor Basid Adiwibawa Prasetya, M. Si., Ph. D., dalam Program Kreativitas Mahasiswa. Edible film merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan yang dapat diaplikasikan sebagai pengemas jamu tradisional. Adanya pengemas yang dapat dimakan (edible film) akan mengurangi jumlah produksi sampah plastik terutama dalam industri pangan. Bahan yang digunakan yaitu limbah tulang ayam sebagai sumber kolagen dan sorghum sebagai sumber antioksidan. “Kualitas edible film diuji dengan melihat struktur permukaan, kandungan edible film, kelarutan, dan sifat mekaniknya. Selain pembuatannya yang mudah, sumber bahan baku yang melimpah, edible film juga memiliki kandungan antioksidan yang mampu menjaga kualitas produk jamu tradisional”, tambah Setiya, salah satu anggota Tim PKM ini.

Pipit menyatakan,“Tulang ayam merupakan limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal, pemanfaatan limbah tulang ayam masih terbatas untuk kosmetik dan bahan perekat kayu. Padahal produksi limbahnya sangat tinggi, mengingat bisnis kuliner sedang menjadi tren dikalangan para pembisnis. Selain itu, tulang ayam juga mengandung protein yang di dalamnya terdapat kolagen. Kolagen apabila dipanaskan akan menghasilkan gelatin yang dapat digunakan sebagai penguat/perekat”.

Hasil penelitian menunjukkan semakin banyak sorghum yang ditambahkan akan membuat lapisan edible film menjadi kaku dan mudah patah sehingga akan lebih sulit larut dalam air. Sedangkan apabila kandungan tulang dan alginat semakin banyak, akan berakibat pada sifat fisik edible film yang lentur dan mudah larut dalam air, namun sangat higroskopis sehingga tidak bertahan lama. Diperlukan komposisi yang seimbang antara tulang ayam, sorghum, dan alginate agar edible film yang dihasilkan memiliki sifat fisik yang kuat, elastis, dan tahan lama.

Kami berharap penelitian ini dapat dikembangkan lebih luas ke aplikasi lain. Bahkan lebih dari sebagai pembungkus jamu tradisonal, sehingga diharapkan sampah plastic dapat direduksi secara efektif dan efisien. Dan membuat lingkungan tempat tinggal akan lebih nyaman dan sehat.

Share this :