Universitas Diponegoro menambah dua guru besar baru dari  Fakultas Teknik, yakni Prof.Dr. I Nyoman Widiasa, ST, MT dari teknik kimia dan Prof.Dr.Ir. Sri Sangkawati, M.S. dari Teknik Sipil. Rektor Universitas Diponegoro Prof. Yos Johan Utama melantik keduanya Kamis (27/6) di gedung Prof.Sudharto Undip Tembalang.

Rektor Universitas Diponegoro mengatakan bahwa jabatan guru besar merupakan jabatan akademik tertinggi dalam dunia pendidikan, akan tetapi mahkota sebenarnya dari jabatan guru besar adalah kemampuan kita untuk terus mencetak karya-karya yang baik untuk kemaslahatan umat manusia, terlebih lagi bidang yang digeluti oleh kedua profesor ini tentang teknik yang berkait erat dengan lingkungan yang tentu sangat berkait dan bermanfaat bagi umat manusia.

“Sebagai seorang ilmuwa Prof. Sri Sangkawati telah berusaha menemukan berbagai inovasi dengan upaya agar terdapat keserasian antara lahan-air dan manusia dalam pengelolaan daerah aliran sungai agar lebih baik bagi umat manusia, Sementara Prof. Nyoman juga tak kalah pula untuk mengembangkan inovasi dalam bidang teknik kimia yakni dengan pemanfaatan teknologi membran untuk pengolahan air dan daur ulang air limbah di Indonesia, tentu merupakan upaya konservasi agar manusia mendapatkan air lebih baik” ujarnya.

“Di tengah lajunya dunia dengan revolusi industri ke 4 yang diantaranya ditandai dengan Big Data, Artificial intelegence, robotics dll, maka kita sebagai insan akademisi UNDIP wajib bersegera adaptif terhadap perkembangan dunia dengan terus melakukan riset dan pengkajian yang terbarukan, prinsipnya kita dihadapkan kepada pilihan absolut, yakni segera terus berinovasi atau menjadi bangsa terpinggirkan” imbuh rektor.

Dalam pengukuhan ini, Prof. Nyoman menyampaikan pidato pengukuhan mengenai teknologi membran untuk pengolahan air dan daur ulang air limbah di Indonesia.

“Banyak masyarakat berpendapat bahwa solusi untuk masalah krisis air tawar adalah reboisasi hutan, penghentian illegal logging dan mencegah pemanasan global. Sayangnya, pemulihan kondisi hutan membutuhkan waktu puluhan tahun. Itu pun jika penghentian illegal logging berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dalam jangka pendek, pembatasan jumlah pemakaian air dapat menjadi solusi terhadap minimnya ketersediaan air bersih. Sebuah konsep “hak air”, yang dimaksudkan untuk mengefektifkan pendayagunaan sumber daya air ; faktanya lebih mengedepankan nilai komersial dibandingkan dengan nilai sosial dan kultural. Oleh karena itu, keberadaan teknologi membran mempunyai peran strategis untuk menjawab kepelikan krisis air yang dihadapi dunia saat ini dan pada masa yang akan datang.”

“Teknologi membran telah terbukti efektif untuk memisahkan berbagai kontaminan seperti  partikel, kekeruhan, cysts, bacteria, virus, warna, senyawa organik, disinfection by-product (DBP) precursors, dan padatan terlarut. Untuk produksi air minum, teknologi membran dapat memberikan jaminan kualitas yang konsisten. Teknologi membran memungkinkan konversi air payau atau air laut menjadi air tawar. Untuk pengolahan air limbah, teknologi membran dapat mengubah konsep pengolahan dari pemenuhan baku mutu menjadi recycle atau reuse.” ujarnya

Sedangkan Prof. Sri Sangkawati menyampaikan pidato pengukuhan mengenai dengan judul Keserasian Lahan-Air-Manusia dalam Pengelolaan Daerah AliranSungai.

“Perkembangan hubungan antara manusia dengan sungai dimulai saat pemukiman manusia terletak di dekat sungai, sampai dengan masa perkembangan yang cepat dalam produktifitas dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada periode perkembangan ini, banyak terjadi ketidak seimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air. Salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan dalam pengelolaan sumberdaya air adalah sumberdaya air itu sangat berkaitan erat dengan kesatuan wilayah yang disebut dengan daerah aliran sungai (DAS). DAS sebagai sistem air, sering disebut dengan istilah watershed, sebagai tangkapan air hujan dikenal dengan istilah catchment area, dan sebagai regime sungai sering disebut sebagai river basin. ”

“Daerah aliran sungai merupakan lingkungan hidup kita. Sebagai bagian dari lingkungan hidup, kita juga akan menderita manakala lingkungan hidup itu mengalami kerusakan. Oleh karenanya harus ada usaha untuk menjaga keseimbangan dan keserasian antara manusia dengan Penciptanya dan antara manusia dengan  lingkungan hidupnya. Melawan keteraturan alam adalah dosa yang akan membawa malapetaka” tandasnya. (RINTU/ft.Okt/HUMAS)

Share this :