SEMARANG  – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dr. Sofyan A Djalil SH MA MALD, mengajak Universitas Diponegoro (Undip) membantu memperbaiki kualitas Rancangan Tata Ruang dan Rancangan Tata Wilayah (RTRW) yang disusun daerah, mengingat kualitas rancangan yang ada sekarang belum memadai.

Sofyan Djalil mengarahkan agar Undip bekerja sama dengan kabupaten dan kota yang ada di Jawa Tengah untuk membantu membuat RTRW yang berkualitas. Selama ini, kata Menteri ATR yang juga menjabat sebagai Kepala BPN ini, rancangan yang dibuat disusun oleh konsultan, namun dengan dana yang terbatas. “Biasanya RT-RW daerah dibuat oleh konsultan dengan biaya Rp 200 juta. You pay selawe berharap slamet, ya tidak mungkin,”kata Sofyan Djalil, pada Webinar Undip SDG’s Seri ke-6 yang mengangkat tema “Mewujudkan Perumahan dan Perkotaan Inklusif di Era Pandemi Covid-19 dan Kehidupan New Normal” yang dilaksanakan secara virtual,  Kamis (9/7/2020).

Dia berharap, nantinya RTRW yang disusun menampung partispasi semua elemen daerah berpartisipasi, termasuk akademisi dan keinginan masyarakat sehingga menghasilkan tata ruang yang lebih tepat dan pas (fit and proper), lebih ramah dengan kondisi lokal. Dengan begitu, terhindar penyediaan area untuk pemukiman ditempatkan di tempat jin buang anak alias jauh dan sulit dijangkau.

Menurut Sofyan, dengan melibatkan akademisi akan dihasilkan rancangan tata ruang dan tata wilayah yang lebih baik. Dengan begitu, Kementerian ATR nantinya hanya memberikan persetujuan akhir (final approval) atas RTRW yang diajukan daerah.

Webinar SDG’s Series yang digelar Kantor Pemeringkatan Undip yang diketuai Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, ST., M.Si ini, dibuka dengan sambutan Rektor Undip yang diwakili Warek 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Budi Setiyono S.Sos., MPolAdmin., PhD,  dan dimoderatori oleh Dekan Fakultas Teknik Undip, Prof. Ir. M. Agung Wibowo, MM., M.Sc., PhD. Rektor Undip Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.H melalui Warek 1 berharap seminar ini bisa memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mewujudkan ketersediaan perumahan yang sehat dan terjangkau bagi masyarakat perkotaan.

Tampil sebagai pembicara pada webinar ini Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR yang diwakili oleh Direktur Bina Penataan Bangunan, Ir. Diana Kusumastuti MT; Kepala Pusat Riset IHUDRC Fakultas Teknik Undip, Dr. Ing. Asnawi Manaf MT; Chief Executive Urbanice Malaysia, Norliza Hashim; serta Plt Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian ATR/BPN, Ruminah SSi MEng. Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR mengangkat “KebijakanPengembangan Permukiman dan Perkotaan yang Inklusif dan Responsif di Era Pandemi Covid-19 dan New Normal” sebagai pokok bahasannya.

Sedangkan Chief Executive Urbanice Malaysia mengangkat isu Membuka Kembali Kota dan Perkotaan “Re-Opening Our City and Towns, Re-think, Re-set, Re-energize, Re-build” yang bisa menjadi perbandingan. Direktur Konsolidasi Tanah ATR, Ruminah, mengungkap strategi pemerintah dengan paparan berjudul “Pola dan Strategi Penerapan di Dalam Praktik Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Indonesia”. Dari Faultas Teknik Undip, Asnawi Manaf menyampaikan makalah berjudul “Inclusive Governance:  Jalan ke-3 Menuju Kota dan Komunitas Berkelanjutan” yang diangkat belajar dari praktik perumahan kolaboratif di Kendal.

Menteri ATR dan Kepala BPN, Sofyan Djalil selaku keynote speaker mengungkapkkan harapannya agar penyediaan perumahan di perkotaan tumbuh ke atas, tidak tumbuh ke samping. Pola ini perlu diterapkan, sebab kalau tidak dia memperkirakan Jawa akan kesulitan mendapatkan sumber air dan lahan untuk pangan dan perkebunan kalau pemukiman tumbuh ke samping. Kota-kota akan menjadi sprawling atau meluas, sehingga menjadi tidak efisien lagi.

Transportasi akan menjadi elemen biaya yang mahal karena jarak antara tempat tinggal dan tempat bekerja sangat jauh. Pemukiman yang tumbuh ke samping juga membuat areal pertanian yang diperlukan untuk menyediakan pangan akan terus terkikis. Sumber-sumber air menjadi terganggu. Dengan begitu, perumahan vertikal menjdi pilihan yang rasional.

“Saya melihat di Sarajevo, di Bosnia, Balkan, Turki. Di sana masyarakat sudah bisa memenuhi kebutuhan perumahannya dengan membangun ke atas. Orang tua membangun rumah dengan pondasi yang kuat, karena ketika anaknya berkeluarga mereka akan membangun di atasnya,” Sofyan membeberkan hasil pengamatannya.

Dia mengingatkan, kalau hal itu tidak dilakukan, bukan hanya areal pertanian dan perkebunan yang terkikis, ruang-ruang publik pun akan habis. Dan harga tanah di perkotaan akan menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau. Dia mencontohkan apa yang terjadi di Hong Kong, dimana pemilikan rumah harus dicicil sampai dua dan tiga generasi.

Live Youtube :

Share this :