SEMARANG – Rektor Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Yos Johan Utama SH MHum menegaskan pemberantasan penyebaran paham radikalisme di perguruan tinggi tidak bisa dengan soft treatment, namun harus tegas dan kuat. Pasalnya, tidak hanya mahasiswa yang telah terpapar dari lingkungan sebelumnya, namun ada juga peran dari oknum internal kampus.

Hal itu diungkapkan Prof. Yos dalam Focus Group Discussion (FGD) Dewan Profesor Senat Akademik Undip yang mengangkat tema ‘Pendidikan Budaya Anti Radikalisme bagi Mahasiswa Undip’ yang dilakukan secara virtual, Selasa (4/8/2020).

Pembicara lain dalam FGD ini adalah Kepala Baintelkam Polri Komjen Pol Dr Rycko Amelza Dahniel MSi yang diwakili Brigjen Pol Dr Umar Effendi (Direktur Keamanan Negara Baintelkam Polri) serta Kepala BNPT (Badan Nasional Penangulangan Terorisme) Komjen Pol Dr. Drs Boy Rafly Amar MH.

“Selama 4 tahun menjadi rektor, saya mendeteksi ini. Radikalisme di kampus bisa berkamuflase, masuk di senat-senat, masuk di komunitas mahasiswa. Mereka juga mahir di medsos, militanisasinya kuat. Jadi saat penggalangan petisi, itu komunitas mereka sangat banyak. Tapi sering menghidar untuk berhadapan langsung fisik,” ujar Prof Yos saat memaparkan kebijakan Undip dalam menangani radikalisme di kampus.

Rektor menuturkan, berawal dari pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebutkan ada 10 Perguruan Tinggi (PT) yang terpapar paham radikalisme termasuk Undip, dia melakukan pendalaman. Kalau menyebut terpapar radikalisme, artinya ada sekitar 250.000 orang alumni Undip yang ikut terdampak. “Kalau kampus sudah dicap radikal itu kita nanti yang repot, lulusan kita akan sulit mendapatkan pekerjaan. Untuk itu, penanganan radikalisme di kampus harus tegas,” katanya.

Dia mengakui kalau aksi mahasiswa dalam pergerakan penyebaran paham radikalisme ini sangat masif dan terstruktur. Tidak hanya di lingkungan kampus, namun mereka juga melakukan kegiatan di luar dengan membentuk sel-sel.

“Dan mohon maaf ini, ada dukungan pihak-pihak lain di internal kita. Pola berpikir mereka berbeda dengan kita, dan menilai cara berpikir kita sebagai yang salah. Ini yang bahaya, ketika mereka kemudian mendapatkan pembimbing yang dalam tanda kutip juga mendukung paham ini,” tutur pakar hukum tata negara ini.
Kepala BNPT (Badan Nasional Penangulangan Terorisme), Dr Drs Boy Rafli Amar MH, menyambut baik keberanian Undip mengangkat isu terorisme dalam Webinar. Pemilihan isu ini, kata Komjen Boy, menjadi bagian dari peran dari para akadmeisi untuk bersama-sama menyelamatkan NKRI dari berbagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Radikalisme sendiri ada dua wujud, yaitu radikalisme teror yang perbuatannya sudah tergolong tindak pidana terorisme, dan radikalisme intoleran yang belu masuk ranah hukum pidana terorisme. Upaya cegah dan tangkal yang dilakukan pemerintah, kata dia, salah satunya adalah dengan pengembangan program bela negara di kampus.

Saat ini tengah disiapkan regulasi aksi nasional pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang diharapkan bisa selesai dalam waktu dekat ini. BNPT akan mengajak Forum Rektor Indonesia membahas program ini. Dia juga berharap, dari kampus lahir konsep yang bisa memoderasi pemikiran-pemikiran radikal intoleran dan radikal teror.

Sedangkan Direktur Keamanan Negara Baintelkam Polri, Brigjen Pol Dr Umar Effendi, berharap lahirnya kurikulum wawasan kebangsaan dan kurikulum kebhinekaan di kampus-kampus. Menarik juga jika dilakukan dengan memasang atribut nasionalisme, nuansa merah-putih dan tagline kebangsaan sebagai awalan.
Hal lain yang menarik dilakukan kampus dalam menangkal terorisme adalah dengan memperketat skrining pemilihan pejabat-pejabat di universitas.”Harus yang merah-putih. Beri sanksi tegas kepada yang melanggar. Kami siap membantu jika timbul masalah,”tuturnya.

Menutup kajian tentang pendidikan anti radikalisme,Sekretaris Dewan Profesor Undip Prof. Dr. Drs. Iriyanto Widisuseno, M.Hum menyampaikan solusi pencegahan radikalisme di kalangan mahasiswa dengan program intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Esensinya memperkuat wawasan kebangsaan, bela negara, ideologi Pancasila dan moderasi keagamaan. “Arahnya adalah membentuk sikap mental mahasiswa memiliki rasa cinta tanah air dan semangat nasionalisme demi tegaknya NKRI”,pungkasnya.

Share this :