SEMARANG –Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo SH MIP mengharapkan dukungan para akdemisi Universitas Diponegoro (UNDIP) dalam penanganan masalah stunting yang masih terjadi di seluruh kabupaten dan kota yang ada. Gubernur menyebutkan, selain Posyandu dan Dasawisma, peran akademisi sangat penting untuk edukasi masyarakat serta masukan bagi Pemprov Jateng.

”Saya senang, ada komunitas yang peduli pada sanitasi dan penyediaan air bersih. termasuk diantaranya adalah kawan-kawan dokter dan ahli kesehatan masyarakat dari Undip yang  membantu, saya sangat senang sekali,” kata Ganjar Pranowo, saat menyampaikan paparannya pada seminar bertajuk “Respon Pemerintah Dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting Pasca Pandemi Covid-19 di Jawa Tengah” yang dilaksanakan LPPM Undip bekerja sama dengan Unicef dan Pemprov Jateng, Selasa (22/9/2020). Acara dibuka Prof Budi Setiyono S.Sos., M.Pol.Admin., PhD selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Undip.

Menurut Ganjar, penanganan stunting selain melibatkan Posyandu dan Dasawisma, juga harus didukung program edukasi edukasi bagi masyarakat, khususnya oleh para akademisi yang intens melakukan penelitian. Dari peneilitian bisa diketahui faktor apa saja yang dominan selain 1.000 hari pertama kehidupan.

Dia juga memuji gerakan jambanisasi  yang diinisiasi oleh para akademisi dari Undip. Gerakan itu merupakan kelanjutan dari hasil penelitian yang mengidentifikasi faktor sanitasi dan kurangnya akses pada air bersih menjadi faktor penyebab stunting. ”Itu keren sekali gerakannya, saya suka. Maka, saya minta dukungan betul-betul dari Undip,” ujar dia.

Sebagaimana diketahui, satu dari lima rumah tangga di Jateng masih Buang Air Besar (BAB) di ruang terbuka. Sedangkan satu dari tiga rumah tangga belum memiliki akses air minum bersih.  Karena itu jambanisasi relevan untuk dilaksanakan, selain akses terhadap air bersih.

Dari data yang ada, Gubernur Jateng mengakui intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan sangat menentukan keberhasilan penanganan stunting. Dalam konteks ini, pendampingan kepada ibu hamil menjadi relevan dilakukan, jangan sampai terjadi kekurangan gizi. Pada fase pasca kelahiran, pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif sangat penting.

”Sedikitnya 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif dan dua dari tiga anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pengganti ASI.  Faktor lainnya adalah kurang pengetahuan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan. Bahkan 1 dari 3 ibu hamil mengalami anemia karena kurangnya akses ke makanan yang bergizi. Sedangkan dua dari tiga ibu hamil juga tidak mengonsumsi  vitamin. Ini perlu diperhatikan,” ungkap Ganjar Pranowo yang menjadi inisiator program pendampingan ibu hamil berslogan “Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng”ini.

Kepala Dinas Kesehatan Jateng Dr Yulianto Prabowo M.Kes, mengatakan saat pandemi sekarang ini, stunting di Indonesia harus diselesaiakan dengan cara gotong royong yang melibatkan semua sektor. Sebab, stunting dampaknya luar biasa, tidak hanya kesehatan tetapi juga produktivitas penduduk dan ekonomi yang luar biasa.  Stunting akan menjadi ganjalan dalam menjaidkan Indonesia sebagai negara yang masuk lima besar dunia.

Yuliyanto menegaskan pemerintah menjamin hak anak dan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan  berkualitas harus tetap direaliasasikan, namun dalam bentuk dan cara yang disesuaikand engan protocol kesehatan. “Asupan gizi dan stimulasi, deteksi dan intervensi dini sangat penting dalam menentukan pertumbuhan anak. Untuk itu, Bayi balita stunting harus dikelola dengan baik sebelum melewati 1000 hari pertama kehidupan, agar dampak stuntingnya minimal dan bisa mendekati kualitas bayi balita normal seusianya,” tukasnya.

Share this :