Site icon Universitas Diponegoro

Pakar Lingkungan UNDIP Ingatkan Pentingnya Iptek Untuk Jaga Ketersediaan Air Tawar

SEMARANG – Pakar Lingkungan Universitas Diponegoro (UNDIP), Prof. Dr. Ir. Syafrudin CES MT, mengingatkan pentingnya memakai pendekatan Iptek (ilmu Pengetahuan dan Teknologi) untuk menjaga ketersediaan air tawar sebagai strategi untuk mempertahankan ketersediaan air bersih di humi. Pendekatan Iptek mendesak untuk dilakukan karena pemanfaatan air tawar sudah berlebihan.

Dalam presentasi berjudul Daya Dukung dan daya Tampung Sebagai Pengendali Pengelolaan Lingkungan pada Forum Studium General Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Undip yang digelar secara virtual, Senin (28/9/2020), Prof Syafrudin mengungkapkan bahwa ketersediaan air di bumi hanya 2,5% yang berupa air tawar. Dari jumlah itu, tak lebih dari 1% yang bisa dimanfaatkan dengan biaya rendah. Selebihnya pemanfaatannya membutuhkan biaya tinggi.

Menurut Prof. Syafrudin yang juga Wakil Direktur Kerjasama Riset dan Industri Undip ini, air tawar yang bisa dimanfaatkan dengan biaya rendah berupa air di danau, sungai, waduk dan sumber air tanah dangkal. “Diperlukan upaya bersama untuk mempertahankan keberadaannya untuk kelangsungan kehidupan peradaban yang sekarang dan yang akan datang. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumber daya air yang baik berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi,” katanya.

Pemanfaatan Iptek tidak bisa dihindarkan lagi kalau ingin ketersediaan air bersih yang memenuhi baku mutu berkelanjutan. Iptek harus menjadi dasar pengelolaan, mulai dari pengaturan sumber daya air mulai dari perencanaannya, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, sampai pengendalian daya rusak air.

Kondisi sekarang, sudah timbul persoalan dalam konteks air bersih mengingat daya dukung dan daya tampung lingkungan makin menurun, sementara penggunaan air untuk kebutuhan sehari-hari manusia sudah berlebihan. Menurunnya daya dukung lingkungan bisa dilihat dari pencemaran air mulai dari hulu sampai hilir, padahal seharusnya kondisinya jernih dan layak untuk dikonsumsi.

Jumlah penduduk yang semakin meningkat, terjadi ekspolitasi lahan secara masif tanpa memperhatikan daya tampung sehingga semua dijadikan pemukiman, semua dipakai kegiatan publik, mengakibatkan Daerah Aliran Sungan atau DAS menjadi kritis. Akibatnya air tidak lagi masuk dalam struktur tanah, saat kemarau terjadi kekeringan sedangkan saat penghujan terjadi banjir. Akibat lainnya terjadi pencemaran lingkungan serta penumpukan sampah.

Lahirnya Undang-Undang No 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) menegaskan agar pemanfaatann sumber daya air dilakukan secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan melaksanakan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air dalam rangka mendukung program pemerintah terkait ketahanan air dan ketahanan pangan. Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air disebutkan ada empat upaya pengelolaan sumber daya air yaitu Konservasi, Pendayagunaan Sumber Daya Air, Pengendalian Daya Rusak dan Sistem Informasi SDA.

Peran sungai dan danau yang tidak hanya menjadi sumber air tawar bagi masyarakat, menuntut penanganan yang bijak. Seperti diketahui pemanfaatan sungai juga menjadi sarana transportasi, sumber air untuk irigasi dan air baku, pembangkit tenaga listrik, budi daya perikanan, sumber makanan dan minuman unsur biotik, tempat rekreasi dan olahraga, serta tempat hidup sehari-hari dan kelangsungan ekosistem menuntut penanganan yang terpadu.

Kasus Rawapening menjadi contoh terjadinya penurunan daya dukung karena komponen lain. Danau alami yang semula memiliki 9 titik anak sungai, kini daya tampung airnya makin menurun karena masuknya residu, eutrofikasi(masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat dalam ekosistem air tawar) yang berlebihan serta tumbuhnya gulma yang berlebihan. Akibatnya luas penampang basah Rawapening berkurang, hingga tumbuh lahan baru di sekelilingnya, padahal perannya adalah sebagai sumber air tawar. Kalau dibiarkan, lama-lama fungsi Rawapening sebagai penampung air tawar akan habis.

Dikhawatirkan, selain danau, fungsi sungai juga terus terdegradasi. Karena itu, disarankan agar, penggunaan air di sekitar DAS dibatasi. Dalam konteks inilah, Iptek diperlukan untuk membantu menanganai  masalah-masalah yang berkait dengan ketersediaan dan kelestarian air tawar untuk umat manusia.

Untuk menangani sungai-sungai yang ada,dirasakan perlunya dua pendekatan sekaligus,  pendekatan non-struktural dan struktural untuk mengatasi masalah sungai. Dalam pendekatan non-struktural Iptek bisa dipakai untuk membantu menentukan daya dukung dan daya tampung, penentuan baku mutu perairan, penentuan garis sepadan sungai, penentuan peruntukan sungai, peningkatan peran serta masyarakat dan lainnya.

Sementara dalam pendekatan struktural yang mencakup perbaikan alur sungai, perkuatan tebing, pengambilan sedimen, penanggulangan erosi tebing sungai, pembangunan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) domestik komunal, pemasangan perangkap sampah, pemasangan pengukur muka air dan lainnya peran Iptek adalah sebuah keniscayaan.

Share this :
Exit mobile version