Site icon Universitas Diponegoro

Khothibul Umam: Dosen Sastra Indonesia, Penggagas Wayang Tenda

Wayang merupakan salah satu seni pertunjukan yang mengandung berbagai pesan pendidikan, dilihat dari karakter tokoh-tokohnya, pertunjukan, maupun lakon-lakon yang disajikan, lebih jauh wayang menjadi pandangan hidup, keteladanan, dan harapan masyarakat. Di tangan seorang Dosen Sastra Indonesia, wayang menjadi sebuah media yang unik dan menarik dengan pengemasan yang berbeda. Khothibul Umam, S.S., M.Hum, Dosen FIB Undip sekaligus salah satu seniman di Jawa Tengah dengan daya kreatifitasnya bersama rekannya membuat Wayang Tenda.

Pengajar sastra cyber ini mengatakan bahwa wayang merupakan salah satu medium atau wahana yang paling mudah dieksekusi, namun sebenarnya kekuatannya itu lebih ke narasi dan visual. “Ini bukan konsep yang baru, konsep yang kami bawakan meminjam dari konsep yang ada dari wayang kulit, dalam konsep wayang kulit bahwa kita harus menonton refleksi atau bayangan yang ada dibaliknya dalang. Pertunjukan wayang kulit sekarang itu kita menonton dari belakang dalang sehingga tidak tampak bayangannya, efeknya tidak terlihat. Sedangkan kami memakai efek visual yaitu bayangan” terangnya dalam wawancara pada Rabu (31/3).

“Saya tidak memiliki latar belakang seni tradisi, dasar kesenian saya adalah seni panggung yaitu teater modern, sehingga kami tidak menggunakan wayang tradisi yang menceritakan Mahabharata atau Ramayana. Kami sadar diri tidak bisa memakai itu, akhirnya menggunakan wayang secara kontemporer, jadi wayang yang karakternya kami buat sendiri, ada cerita fabel, karakater kartun, monster, superhero dan kebetulan awal pementasan,  audience atau penonton yang suka pertunjukan adalah anak-anak. Akhirnya kami menguatkan di wilayah visual dengan karakter yang dekat dengan anak-anak, cerita kami buat sendiri sesuai dengan kehidupan anak-anak. Wayang tenda itu bermain wayang didalam tenda, tenda adalah alat yang mudah dibawa kemana-mana tidak terlalu membutuhkan panggung yang khusus” lanjutnya.

Berbicara mengenai sastra yang pada hakikatnya merupakan sebuah refleksi bahwa lingkungan dan budaya merupakan suatu dialektika historis antara pengarang dengan peradaban, sastra penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada manusia untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Ia mengatakan sastra adalah produk budaya yang dihasilkan oleh manusia yang pastinya akan selalu ada dan mengiringi kehidupan manusia hingga kapanpun, yang berubah adalah mediumnya. “Dulu sebelum ditemukan aksara, orang menggunakannya sastra lisan dengan didendangkan atau didogengkan dari mulut ke mulut, setelah ditemukan aksara maka menjadi sastra tulis, sekarang ini kita sudah masuk abad teknologi informasi maka mediumnya berubah ke internet atau cyber, tapi bukan berarti meninggalkan medium-medium lama” ujarnya.

“Di masa pandemi ini jaga selalu kesehatan dan kewarasan, dua hal tersebut sangat penting, sehat secara fisik dan waras secara psikis serta jangan lupa bersenang-senang” pungkasnya. (Linda-Humas)

Share this :
Exit mobile version