,

Guru Besar FEB UNDIP Indira Januarti: Implementasi Tata Kelola Berbasis Etika Bisa Cegah Fraud

SEMARANG – Dosen Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (UNDIP), Prof. Dr. Indira Januarti, SE, MSi., Ak, CA; mengatakan implementasi tata kelola yang berbasis etika bisa mencegah fraud (kecurangan) dalam organisasi. Berkaca dari kasus-kasus yang ada, fraud bisa dicegah jika penguatan budaya organisasi dilakukan.

Pada pengukuhannya sebagai guru besar bidang ilmu akuntansi di FEB Undip, Indira menyebut masih banyaknya kasus fraud di Indonesia menunjukkan bahwa pelaksanaan tata kelola masih sebatas mekanistik dan regulatif, cenderung mengabaikan etika dan unsur keberlanjutan. “Tata kelola dilaksanakan sebatas yang sifatnya wajib, ada regulasi yang mengharuskannya. Sedangkan yang sifatnya sukarela masih kurang,” kata Indira saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Pencegahan Fraud Melalui Implementasi Tata Kelola Berbasis Etika” pada sidang terbuka Senat Akademik Undip, Jumat (4/6/2021).

Mendasarkan pada hasil survei ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) Indonesia, didapat gambaran bahwa faktor pertama (27,6%) kejadian fraud karena pengendalian intern yang lemah akibat sikap pimpinan yang tidak memberi keteladanan. Persentase pelaku fraud terbanyak kedua adalah posisi manajer (29,4%) dan ketiga pada tingkat pimpinan (23,7 %).

Sedangkan penyebab fraud laporan keuangan adalah karena kurangnya pengawasan oleh pengawas, kompensasi yang berlebihan, auditor yang kurang independen, serta sistem pengendalian yang kurang memadai. Sebagai langkah awal, fraud sebenarnya dapat diidentifikasi melalui laporan keuangan. Dengan analisis membandingkan rasio-rasio yang ada di laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya, jika terlihat ada perubahan yang mencolok dan signifikan, analisis lanjutan terhadap latar belakang terjadinya perubahan tersebut dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi tersebut masuk akal atau tidak.

Berdasarkan survei ACFE Indonesia tahun 2016 dan 2019, kecurangan laporan keuangan meningkat dari 2% menjadi 6%.  Contoh yang menyita perhatian publik karena melibatkan perusahaan besar dan nama besar adalah kasus fraud yang berulang terjadi pada PT Garuda Indonesia, diantarnya suap sebesar € 1,2 juta dan US$ 180.000 atau senilai 20 milyar rupiah serta dalam bentuk barang senilai US$ 2juta yang melibatkan mantan Direktur Utama. Suap tersebut diberikan oleh Airbus SAS dan Rolls-Roys untuk pembelian 50 mesin pesawat Airbus selama tahun 2004-2014.

Kasus lain yang terjadi di PT Garuda adalah penyelundupan mesin Harley Davidsons dan sepeda merk Brompton yang melibatkan Direktur Utama Garuda dan berdampak terhadap melemahnya harga saham. Ada lagi kasus fraud Garuda yang yang melibatkan anak perusahaanya pada 2019 terkait dengan penyediaan, pemasangan, pengoperasian, dan perawatan peralatan layanan konektivitas.

Wanita pertama yang menjadi profesor bidang akuntansi di Undip, dan perempuan kedua yang menjadi guru besar di FEB Undip ini menegaskan bahwa fraud merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu, seperti manipulasi atau memberikan laporan palsu kepada pihak lain. Aksi itu dapat dilakukan oleh oknum dari dalam atau luar perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang merugikan pihak lain secara langsung maupun tidak langsung.

ACFE membedakan fraud menjadi tiga jenis, yaitu penyalahgunaan aset (asset misappropriation), kecurangan laporan keuangan (fraudulent statements), korupsi (corruption). Mengacu kasus-kasus yang ada, akademisi yang lahir di Semarang 1 Januari 1964 berpendapat pencegahan fraud dengan mengimplementasi tata kelola yang berbasis etika penting dilakukan.

Indira yang menyelesaikan Studi Akuntansi S1, S2 dan S3 di Undip ini berargumen bahwa perusahaan tidak lagi berfokus pada pemilik (shareholder) tapi kepada semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang terdiri dari manajemen, karyawan, masyarakat, investor, kreditor, pemerintah, pemasok, konsumen. Itu akan berimplikasi disiplin akuntansi makin baik karena akuntansi bukan hanya mengenai laporan keuangan, tetapi mencakup konsep tata kelola, akuntabilitas, pelaporan sosial dan lingkungan.

Perusahaan dapat terus eksis jika dapat menciptakan nilai yang baru untuk pemangku kepentingan. Adanya keterbukaan informasi dengan mengandalkan fungsi teknologi menjadi sebuah tuntutan dan kerjasama dengan mitra dilakukan dengan orientasi waktu untuk jangka panjang.

Kunci keberhasilan pelaksanaan tata kelola adalah pada pimpinan sebagai pengambil keputusan tertinggi. Salah satu hal penting yang sering dituangkan dalam kode etik di setiap perusahaan adalah memasukkan integritas dan obyektivitas. Pimpinan yang mempunyai integritas tinggi diharapkan dapat memberikan keteladanan. Ini sesuai dengan dengan semboyan Ki Hajar Dewantoro “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti di depan menjadi teladan, di tengah sebagai penyemangat, di belakang sebagai pendorong, maka diharapkan tata kelola dapat dijalankan dengan baik. Pemimpin yang berintegritas menjunjung tinggi keterbukaan informasi dan transparansi. Komunikasi yang dilakukan dengan pengawas baik internal maupun eksternal menjadi sebuah kolaborasi yang efektif untuk mencegah adanya fraud. Dengan demikian perusahaan dapat memaksimalkan nilai untuk semua pemangku kepentingan. Adapun penciptaan nilai bagi pemangku kepentingan dapat diwujudkan karena adanya keserasian kinerja dan tanggung jawab kinerja.

Pengampu sekitar 11 mata kuliah ini menyebutkan kinerja tata kelola perusahaan berkaitan dengan upaya mengembangkan dan menggunakan strategi yang efektif untuk merespons secara positif tekanan, yaitu dengan meningkatkan kepatuhan terhadap sistem dan proses untuk kinerja yang lebih baik. Kesesuaian kinerja perusahaan diwujudkan dalam akuntabilitas perusahaan yang diatur oleh peraturan-peraturan perusahaan dan standar akuntansi, kecukupan dan keandalan pelaporan perusahaan, dan efektivitas sistem manajemen risiko.

Kesesuaian tidak hanya membantu kesuksesan finansial, tetapi dapat menciptakan nilai perusahaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan triple-bottom line yakni profit, planet, people. Keberlanjutan dapat tercapai ketika perusahaan memperoleh laba secara ekonomi (profit), kemudian digunakan untuk menjalin kemitraan (people) dan perbaikan lingkungan (planet).

Mengenai pencapaiannya meraih gelar akademik tertinggi sebagai professor, dia berharap bisa menjadi inspirasi bagi para ibu. “Di tengah kerempongan mengajar, meneliti dan mengurus keluarga, jabatan guru besar bisa juga diraih,” ujar sosok yang mengaku lulus tes masuk sebagai dosen tapi ditunda penerimaannya karena masih lajang.

Yang pasti, istri dari Ir. Slamet Supriyanto dan ibu dari K. Eka Yanindra ST selain dorongan keluarga, harapan kedua orang tuanya berpandangan bahwa pendidikan adalah hal penting terlihat buahnya. Harapan besar yang disematkan ayahnya dengan memberi nama Indira  –diambil dari nama PM India, Indira Gandhi; kini terwujud. Setidaknya Indira menjadi perempuan pertama yang meraih posisi guru besar akuntansi di universitas ternama yang sudah berstatus PTN BH.

“Sebenarnya cita-cita saya selepas SMP mau langsung ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru-red) supaya bisa langsung kerja menjadi guru. Tapi orang tua mendorong masuk SMA dan menganjurkan kuliah di Undip. Karena itu saya sangat bersyukur cita-cita menjadi guru dianugerahi kesempatan menjadi guru besar,” tukasnya. (tim humas)

Share this :

Kategori

Arsip

Berita Terkait