Site icon Universitas Diponegoro

Departemen Sejarah FIB UNDIP Gelar Webinar Exploring Indonesian Maritime History: Substance and Methodology

Dalam rangka merealisasikan visi Fakultas Ilmu Budaya, yakni menjadi fakultas riset yang unggul di Asia Tenggara pada tahun 2025 dalam bidang kebudayaan yang meliputi sastra, bahasa, sejarah, dan antropologi, Program Studi Doktor Sejarah menyelenggarakan webinar “Exploring Indonesian Maritime History: Substance and Methodology” (18/9). Hadir sebagai pembicara Prof. Dr. Ismail Ali dari Universiti Malaysia Sabah dan Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M. Hum. dari Universitas Indonesia.

Webinar tersebut sekaligus menjadi momentum penandatanganan nota kesepahaman kerja sama antara Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan Universiti Malaysia Sabah dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Sebelum penandatanganan nota kesepahaman telah terjalin kerja sama yang menghasilkan output antara lain penerbitan buku berjudul Laut dan Dinamika Masyarakat Nusantara Jilid I. Penandatanganan nota kesepahaman kerja sama tersebut dihadiri oleh para pimpinan fakultas, yaitu Dr. Nurhayati, M. Hum. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Dr. Alamsyah, M. Hum. Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan, Dr. Suharyo, M. Hum. Wakil Dekan Keuangan dan Kepegawaian, serta Dr. Dhanang Respati Puguh Ketua Departemen Sejarah. Sementara itu, hadir sebagai wakil dari Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan Universiti Malaysia Sabah adalah Assoc. Prof. Dr. Asmady Idris selaku Dekan, Dr. Jalihah MD Shah Wakil Dekan Akademik, Dr. Syahruddin Awang selaku Wakil Dekan Riset, dan Dr. MD. Shaffie Abdul Rahim Ketua Program Sejarah.

“Pada Oktober mendatang, Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum., selaku Ketua Program Studi S2 dan S3 Sejarah juga akan menjadi Pembicara webinar di Universiti Malaysia Sabah” tutur Dekan FIB.

Dalam materinya, Prof. Susanto Zuhdi menyampaikan tentang Ports, Sea Routes: The Study of Maritime History. Kawasan Asia Tenggara terutama Nusantara telah sejak lama menjadi magnet kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional karena memiliki berbagai macam produk yang dibutuhkan oleh pasar internasional dan memiliki modal sosial yang dimiliki masyarakat Nusantara (Melayu). Namun demikian, kolonialisme telah menginterupsi prestasi yang dimiliki oleh masyarakat Nusantara sehingga terdapat dominasi kekuatan kolonial. Setelah Perang Dunia selesai terjadi dekolonisasi, termasuk dalam penulisan sejarah. Berdasar pada hal itu, perlu ada dekolonisasi atau pembebasan penulisan sejarah dari dominasi kolonialisme.

“Sesuatu yang menjadi pemikiran, bahwa historiografi sejarah maritim sering kali masih berada dalam konteks Eropa sentris, salah satunya karena pengalaman penjajahan. Pengalaman itu memunculkan permasalahan yaitu menghindarkan diri dari jalur-jalur pelayaran milik sendiri (masyarakat Nusantara). Buku-buku sejarah masih banyak hanya mengikuti jejak Belanda saja. Sebagai contoh adalah ketika Belanda mengalihkan perhatian ke Jawa dan wilayah barat, maka sejarah-sejarah mengenai Maluku dan wilayah timur lain terhenti dan diabaikan. Hal itulah yang mendasari penulisan atau penelitian mengenai pulau-pulau yang terabaikan dalam sejarah” terang Prof. Susanto.

Sementara dalam kesempatannya, Prof. Dr. Ismail Ali membahas materi mengenai maritim sebagai suatu metodologi dalam penulisan sejarah, bagaimana menjelaskan sejarah, bagaimana menilai kebenaran sejarah, dan bagaimana fakta sejarah ditafsirkan. Secara umum metodologi penelitian sejarah maritim diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu perencanaan, aplikasi, dan analisis. Prof. Ismail menekankan pada pentingnya metodologi, terutama karena sejarah maritim memiliki ciri yang khusus dan unik. Selain itu, juga berkaitan dengan perubahan dan perkembangan dalam disiplin ilmu sejarah. Sejarah harus berdiri menjadi suatu disiplin ilmu sendiri. Adapun cabang-cabang dalam sejarah maritim sangatlah luas.

“Kunci yang terpenting adalah memahami perkembangan historiografi sejarah maritim yang ditulis oleh para sarjana. Apakah makna historiografi maritim, apakah kajian-kajian itu bersifat problem oriented atau nonproblem oriented. Semua kembali pada metodologi yang digunakan. Harus pula dipahami bahwa ruang lingkup sejarah maritim yang sangat luas. Oleh sebab itu, Hal yang terpenting adalah menempatkan sejarah maritim sebagai suatu studi ilmiah tentang kegiatan manusia pada masa lampau di laut” pungkasnya. (Rafngi Sejarah/Linda Humas)

 

Share this :
Exit mobile version