Pengelolaan kegiatan penyelenggaraan pendidikan harus mengacu pada standar Pendidikan Tinggi yang telah ditetapkan khususnya Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat.

Mencermati peraturan dari BAN-PT No. 1 Tahun 2020 mengenai mekanisme akreditasi, ada perubahan istilah pemeringkatan terakreditasi yaitu menjadi Unggul, Baik Sekali, Baik, dan Tidak Terakreditasi. Untuk membahas perubahan tersebut, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Diponegoro (Undip) menggelar Webinar pada Selasa (21/09) pukul 08.30 WIB melalu platform Zoom meeting.

Webinar yang mengambil tema “Konversi Suplemen ISK Status Akreditasi dari A ke Unggul” ini dihadiri oleh Dekan Fisip Undip Dr. Drs. Hardi Warsono, MTP., Wakil Dekan 1 Fisip Undip Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin., Ketua dan Anggota TPMF Fisip Undip. Serta turut mengundang narasumber dari Universitas Riau Prof. Dr. Bernard Isyandi SE. MS., Universitas Negeri Yogyakarta Dr. Drs. Udik Budi Wibowo, M.Pd., Universitas Brawijaya Prof. Dr. Kusdi Raharjo, DEA., dan Universitas Jendral Soedirman Dr. S. Bekti Istiyanto, S.Sos., M.Si.

Dalam sambutannya, Dekan Fisip Undip Dr. Drs. Hardi Warsono, MTP., menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi sebagai lembaga penyelenggara pendidikan perlu melakukan pengelolaan belajar mengajar dengan baik. “Pengelolaan ini akan menghasilkan lulusan yang kredibel dan mempunyai daya saing yang baik”, ucap Hardi Warsono.

Hardi menambahkan berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012, tentang pendidikan tinggi dan Permen Ristekdikti No. 44 Tahun 2015, tentang standar nasional pendidikan tinggi, salah satunya mengatur kewajiban untuk melakukan akreditasi sebagai salah satu bentuk implementasi jaminan mutu akademik.

“Proses akreditasi versi lama itu dengan 7 standart, kemudian kita beralih pada versi baru, konversi ke Unggul”, ungkap Dekan Fisip Undip itu.

Lebih lanjut, Hardi mengungkapkan tujuan akreditasi ialah memberi jaminan kepada institusi yang terakreditasi telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh BAN-PT. Lalu mendorong perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam transfer kredit Perguruan Tinggi.

Prof. Dr. Bernard Isyandi SE. MS., menjabarkan Kebijakan Akreditasi saat ini memasuki Era Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Dengan adanya kebijakan ini, ada sedikitnya 3 perubahan yakni, keputusan Akreditasi akan diperpanjang pada saat berakhir jika tidak ada indikasi penurunan mutu atau pelanggaran perundang-undangan. “Namun jika terjadi penurunan mutu atau pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku, itu tentu saja tidak dapat diperpanjang”. ungkap Prof Bernard.

Kemudian Perguruan Tinggi dapat mengajukan usulan Akreditasi ulang jika ingin menaikan peringkat akreditasi. “Bisa mengajukan usul tapi dengan 9 kriteria”, ucap Prof Bernard yang juga Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi di FEB Universitas Riau. Selanjutnya Perguruan Tinggi atau Program Studi yang didirikan atau dibuka setelah tanggal 28 Januari 2020, dinyatakan memenuhi persyaratan minimum Akreditasi dan mendapat peringkat Akreditasi Baik, peringkat ini tidak dapat diperpanjang tanpa usulan.

Dr. S. Bekti Istiyanto, S.Sos., M.Si., menambahkan BAN-PT menggunakan Instrumen Suplemen Konversi (ISK) untuk melakukan konversi dari peringkat Akreditasi lama ke peringkat Akreditasi yang baru. Contohnya antara lain dari peringkat Akreditasi A ke peringkat Akreditasi Unggul, dari peringkat Akreditasi B ke peringkat Akreditasi Baik Sekali, dan dari peringkat Akreditasi C ke peringkat Akreditasi Baik

“ISK adalah instrumen Akreditasi tambahan yang digunakan untuk pengambilan keputusan konversi peringkat terakreditasi yang diperoleh dengan Instrumen Akreditasi Program Studi 7 standar menjadi peringkat Akreditasi baru sesuai dengan instrumen APS 4.0”, jelas Dr. S. Bekti Istiyanto.

Prof. Dr. Kusdi Raharjo, DEA., menjelaskan beberapa perbedaan dari akreditasi 7 standar dengan 9 standar, yaitu terletak pada profil lulusan dan kesesuaian dalam mendapatkan pekerjaan. “Tercermin pada lulusan, kalau dulu borang 7 standar itu lebih menekankan pada input dan proses, sekarang pada borang 9 standar atau 4.0 itu sudah lebih cenderung ke output dan outcomenya, karena itu profil lulusan dan kesesuaian pekerjaan menjadi penting”, jelasnya.

“ISK diperlukan karena adanya perbedaan Akreditasi Program Studi (APS) 3.0 dibandingkan dengan Akreditasi Program Studi (APS) 4.0. Sehingga dengan adanya perbedaan itu maka tidak ada kesetaraan hasil akreditasi, walaupun sama-sama ada 3 peringkat tapi itu berbeda”, pungkas Prof Kusdi.

Selanjutnya, Dr. Drs. Udik Budi Wibowo, M.Pd., menambahkan didalam proses akreditasi, ada budaya mutu yang perlu dijaga. “Dalam Akreditasi apapun, pada prinsipnya kita menjalankan budaya mutu terkait dengan perilaku dan bukti peningkatan mutu secara berkalanjutan”, jelasnya narasumber dari Universitas Negeri Yogyakarta dan juga Asesor dan Validator BAN-PT.

Share this :