Site icon Universitas Diponegoro

Mahasiswa Sejarah tidak hanya sebagai Job Seeker tetapi sekaligus Job Creator

“Selain sebagai job seeker, lulusan Universitas Diponegoro diharapkan dapat menjadi job creator. Dilaksanakannya pelatihan kewirausahaan ini karena Undip juga telah mencanangkan pembentukan kompetensi para lulusannya, sebagai job seeker dan job creator.

Dari tujuan tersebut, Departemen Sejarah mengundang Triyanto Triwikromo, sastrawan sekaligus wartawan dan Bonnie Triyana, alumni Sejarah Undip untuk memberikan bekal kepada pada mahasiswa sejarah mengenai kegiatan kewirausahaan di bidang sejarah” tutur Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sejarah dalam acara Pelatihan Kewirausahaan Program Studi S1 Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Undip, pekan lalu.

Dalam materinya Trianto Triwikromo menyampaikan mengenai Kewirausahaan Sejarah dan Industri Kreatif. “Sejarah tidak selalu hanya berhubungan dengan masa lalu melainkan juga berkaitan dengan kekinian dan keakanan. Contoh sejarah kekinian muncul dalam produk film, jelas ia adalah produk budaya kekinian, sekalipun kisah yang diangkat merupakan bagian dari masa lampau dan merupakan bagian dari sejarah. Kewirausahaan sejarah disebut juga dengan histopreneurship merupakan bidang yang mengupayakan pengoptimalan kewirausahaan yang berorientasi pada tema-tema kesejarahan.” tuturnya.

“Karena kita sekarang ini hidup dalam budaya virtual, tak pelak apa pun produk kreativitas kita antara lain harus kita ajukan kepada konsumen atau costumer yang membutuhkan produk-produk virtual. Di sinilah, kita selain memproduksi karya-karya konvensional mesti membuat hal-hal berkait dengan yang virtual. Apa itu? Ia harus bisa menjadi wartawan online, editor buku online, sastrawan berbasis sejarah online, pekerja arsip online, pekerja museum online, dan lain-lain.” Lanjutnya.

Menurut Triyanto, sejarah sebenarnya juga tidak eksplisit sebagai sektor industri kreatif. Maksudnya adalah bahwa sejarah menyusup atau subversif ke dalam berbagai subsektor, seperti: periklanan banyak yang menggunakan basis sejarah, video dan film yang tentu banyak sekali berbasis pada cerita-cerita sejarah, begitu juga seni pertunjukan, musik, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan.

Sementara Bonnie Triyana memaparkan kegiatan sejarawan publik dan apa yang disebut sejarah publik. Ia mengatakan terdapat empat unsur konten Sejarah Populer ada pada kekuatan sudut pandang (angle), selektif atau pemilihan diksi (untuk artikel) dan pemilihan gambar (untuk visual) yang memiliki relevansi tinggi bagi topik yang sedang dibahas, alur cerita (outline/storyline) atau penuturan kisah yang runtun, dan keberagaman Sumber yang membuat kita dekat dengan gambaran peristiwa masa lalu. Keberagaman sumber itu diperlukan sebagai pembanding sekaligus penguat cerita.

“Mahasiswa sejarah harus selalu berusaha mengemas cerita sejarah dalam berbagai bentuk kreatifitas agar cerita sejarah mudah dipahami. Salah satu cara membuat cerita sejarah sebagaimana ditemukan dalam laman media sosial Historia adalah penyajian cerita sejarah dalam bentuk komik (Peristiwa Idul Adha dan percobaan pembunuhan Bung Karno). Ada juga ilustrasi mengenai kelahiran Boedi Oetomo. Menerjemahkan teks ke dalam bentuk visual (ada imajinasi di dalamnya) untuk mendapatkan simpati dari audiens.” pungkasnya. (Rafngi Sejarah-Lin Humas)

 

Share this :
Exit mobile version