Site icon Universitas Diponegoro

RSND UNDIP Gelar Seminar Rehabilitasi Medik : Tak Kenal Maka Tak Sayang

Rehabilitasi Medik adalah ilmu yang terus berkembang dengan kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang ada pun semakin terakselerasi hingga sekarang. Kebutuhan-kebutuhan spesifik dari pasien tentu saja juga bisa ditangani dengan baik. Webinar ini menjadi salah satu entry point dan sekaligus men-trigger supaya nanti bagi peserta agar lebih paham apa rekam medik dengan segala macam perkembangan dan kesempatan atau peluangnya termasuk bagaimana untuk bisa menidentifikasi juga apa yang menjadi kompetensi yang harusnya dikuasai di level dokter umum selanjutnya kapan harus merujuk dengan indikasi seperti apa. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama Rumah Sakit Nasional Diponegoro Universitas Diponegoro, Dr. dr. Sutopo Patria Jati, M.M., M.Kes. dalam acara Seminar Online Seminar Rehabilitasi Medik : Tak Kenal Maka Tak Sayang, (3/12).

Para narasumber seminar antara lain dr. Sigid Kirana Lintang Bhima, Sp.FM(K), dr. Endang Ambarwati, Sp.KFR(K), dr. Tanti Ajoe Kesoema, Sp.KFR(K), M.Si.Med, dr. Erna Setiawati, Sp.KFR(K), M.Si.Med, dr. Rahmi Isma A.P., Sp.KFR(K), M.Si.Med, dr. Hari Peni Julianto, Sp.KFR(K), M.Kes, FISPH, FISCM dan dimoderatori oleh dr. Lusiana Batubara, M.Si.Med.

Dalam materinya mengenai konsep kaidah dasar moral beneficent bagi dokter, Dr. Sigid menyampaikan dalam Undang-Undang kesehatan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi , dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Menurutnya manusia dilihat secara holistik, memandang manusia sebagai satu kesatuan untuh bio-psioko-sosio-kultural-spiritual, tidak hanya mengobati penyakit (kuratif) tapi dokter harus berupaya promotif, preventif, dan rehabilitatif, dokter juga harus aktif melakukan yang terbaik untuk pasiennya.

dr. Endang Ambarwati, menuturkan batuk dibagi menjadi 3 kategori, yaitu batuk akut (batuk yang berlangsung kurang dari 3 minggu), batuk subakut (batuk yang berlangsung selama 3 hingga 8 minggu) dan batuk kronis (batuk yang berlangsung lebih dari 8 minggu). Batuk kronis akan ditangani seseuai dengan penyebabnya, terdapat 2 kelompok besar yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Penanganaan non farkomologi diantaranya sering minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi iritasi atau gatal, dengan menghindari paparan debu atau asap rokok yang merangsang tenggorokan, istirahat yang cukup, mengkonsumsi permen, terutama pereda tenggorokan, berkumur dengan air garam beberapa kali sehari, dan program rehabilitasi.

Sementara dr. Tanti, mengatakan sendi bahu adalah sendi yang kompleks dan sangat penting dalam ADL. Penegakan diagnosis yang tepat akan mengarahkan pada tata laksana  yang efektif dan bermanfaat bagi penderita nyeri bahu. Kasus neglected akan membawa akibat kerusakan jaringan dan deformitas yang menetap dan mengganggu ADL secara permanen. Pemberian program KFR akan membantu penderita dalam pemulihan jaringan yang cedera dan pecegahan komplikasi yang timbul akibat nyeri bahu.

dr. Erna Setiawati, menuturkan indikasi seseorang dengan gagal jantung dapat diberikan latihan, meliputi kondisi medis stabil, tidak ada kontraindikasi absolut (tanda ginjal jantung yang tidak terkompensasi, aritmia yang mengancam/exercised induced ventricular arrhytmia dan kapasitas latihan > 3 METs (metabolic equivalents).

Dalam materinya, dr. Rahmi menyoal mengenai faktor resiko yang bisa menyebabkan anak menderita cerebral palsy, bisa dari faktor prenatalnya yang meliputi adanya infeksi selama kehamilan ibu, adanya coagulopathy, pendarahan, dsb, faktor perinatalnya bisa karena faktor prematuritas, hypoxic, untreated jaundice, dsb, sedangan faktor postnatal bisa karena adanya infeksi pada otak maupun selaput pembungkus pada otak dan cidera pada kepala.

Sedangkan dr. Hari Peni, membahas mengenai penilaian risiko jatuh pasien lanjut usia, jatuh merupakan perpindahan tubuh ke bawah, ke tanah atau benda lain secara tiba-tiba, tidak terkendali dan tidak disengaja. Nyaris jatuh adalah kehilangan keseimbangan secara tiba-tiba yang tidak mengakibatkan jatuh atau cedera lainnya. Faktor risiko jatuh dibagi menjadi dua, yaitu intrinsix (meliputi jenis kelamin, pernah jatuh, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, kelemahan otot dan konsumsi obat) dan faktor ekstrinsik(lingkungan, seperti tangga licin, pencahayaan kurang, wc jongkok). (Lin-Humas)

Share this :
Exit mobile version