Site icon Universitas Diponegoro

Guru Besar FT UNDIP Usulkan Pengembangan Arsitektur dalam Orasi Purna Adi Cendekia

Genap sudah 70 tahun usia Prof. Ir. Totok Rusmanto, M.Eng. pada tahun 2022 ini. Hal ini sebagai tanda bahwa ia telah menyelesaikan masa baktinya. Profesor bidang Teori & Sejarah Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (FT Undip) ini telah mengabdi dan dibesarkan di Undip selama 42 tahun dari tahun 1980 hingga tahun 2022.

Sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian dan jasa yang telah diberikan selama ini, Undip menggelar Sidang Terbuka Purna Adi Cendekia pada Selasa (05/07) bertempat di Gedung Prof. Soedarto SH, Kampus Undip Tembalang. Kegiatan Purna Adi Cendekia ini merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh Undip dalam rangka Penglepasan Para Guru Besar yang telah resmi memasuki masa purna tugas. Dalam pidatonya, Prof. Totok menyampaikan orasi yang berjudul Dari Dokumentasi Ke Eksplorasi, Dari Kelokalan Ke Pelestarian Arsitektur.

Prof. Totok menjelaskan kegiatan dokumentasi arsitekturnya bermula dari Tugas Akhir Ujian Sarjana Arsitektur tentang Pengembangan Pusat Desa Adat Pejeng di Bali dan Perencanaan Museum Purbakala. Dari kegiatan ini diperoleh kesimpulan bahwa setiap karya arsitektur selalu memiliki kekhasan sendiri meskipun dirancang bangun dengan aturan yang ditradisikan.

Setelah mengabdi menjadi dosen dan berbekal dari pengalaman tersebut, mulai tahun 1982 Prof. Totok mengadakan kegiatan Survei Lapangan Arsitektur pada mata kuliah yang ia ampu. Para mahasiswanya berkunjung ke daerah pesisiran yang masih mewarisi rumah tradisional dan vernakular. Mereka melakukan pengukuran secara rinci, dan memotret bangunan, serta mendata detail konstruksi dan ragam hias.

Dengan pendokumentasian tersebut mahasiswa arsitektur mendapat pengalaman meruang yang nyata di sebuah rumah vernakular, mengetahui eksterior dan interiornya, dan memahami halaman luar dan tanaman yang ada di pekarangan dan lingkungannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Arsitektur Undip telah memelopori kegiatan Survala dalam perkembangan arsitektur di Indonesia. Pada 36 tahun kemudian, Arsitektur UI mengadakan kegiatan sejenis Survala pada tahun 2018 yang disebut Vernacular Architecture Documentation atau Vernadoc ke Muntok.

Menurut Prof. Totok, Survala masih bisa diupayakan penyelenggaraannya, misalnya sebagai bagian dari Summer Course yang telah dijalankan di Arsitektur Undip. “Obyek Survala bisa berwujud bangunan rumah berarsitektur lokal yang masih dilestarikan di beberapa desa wisata di Gunungpati, Semarang, atau fasad bangunan di Kota Lama.” ungkap Guru Besar bidang Teori & Sejarah Arsitektur itu.

Prof. Totok menambahkan saat ini mahasiswa arsitektur banyak yang meminati Green Architecture atau Eco Architecture dari Ken Yeang yang berkonsep Sustainable Design and Biophilia. “Prinsip penghematan energi dan material pada Green Architecture sebetulnya sudah diterapkan nenek moyang kita di Nusantara pada arsitektur rumah tradisionalnya.” jelasnya.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa eksplorasi desain diperlukan untuk menghasilkan beberapa alternatif desain. Kemudian dapat dipilih desain terbaik yang fungsional, konstruktif, estetik yang inovatif dan kreatif, serta tanggap terhadap iklim tropis yang lembab. Perkembangan arsitektur yang sekarang sedang terjadi memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam hal detail kreatif.

“Jauh sebelumnya, eksplorasi di bidang struktur bangunan telah dilakukan Sunan Kalijaga ketika merancang Masjid Demak yang ukurannya jauh lebih besar dari Langgar Glagahwangi. Sunan Kalijaga berani mendirikan Saka Tatal yang bagian atasnya disambung dengan bongkahan-bongkahan kayu jati yang dirangkai setinggi 3 meter. Sunan Kalijaga telah melakukan Revolusi Konstruksi dengan mengeksplorasi desain arsitektur.” tuturnya.

Prof. Totok menuturkan eksplorasi harus terus dilakukan untuk menghasilkan desain yang fungsional dan inovatif. Arsitektur Jengki sebagai hasil eksplorasi terhadap bangunan Jawa jenis Panggang Pe, adalah Arsitektur Modern asli Indonesia. Arsitektur Jengki harus dieksplorasi menjadi arsitektur baru. Mengkombinasikan ke-lokal-an dan ke-modern-an. Tidak hanya berhenti menjadi Arsitektur Neo-Jengki. Potensi lokal harus dilestarikan dan dikembangkan, agar tidak stagnan apalagi ditinggalkan. Kebanggaan pada arsitektur lokal harus terus dibina.

Berbasis pada pengembangan arsitektur lokal akan dapat menciptakan arsitektur yang tanggap terhadap bencana alam, seperti gempa dan rob karena air laut pasang. Namun, penelitian arsitektur di permukiman tepi pantai jarang dilakukan. “Sudah saatnya perlu ada eksplorasi di bidang konstruksi bangunan di daerah pantai untuk mengantisipasi pengaruh air laut pasang. Perlu edukasi kepada para pemilik rumah tentang arsitektur yang tanggap terhadap perubahan alam. Perlu kerja sama antara Departemen Arsitektur, Planologi dan Teknik Sipil, Sejarah dan Arkeologi, serta Ikatan Arsitek Indonesia Jawa Tengah.” jelas Prof. Totok.

Lebih lanjut Prof. Totok berharap mahasiswa arsitektur berani untuk mempertahankan ide desainnya dan juga harus eksploratif serta berani berinovasi. Selain itu, dokumentasi dan eksplorasi juga perlu dilakukan dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Undip. “Ke-lokal-an yang potensial haruslah dilestarikan dan diupayakan pengembangannya.” pungkasnya.

Share this :
Exit mobile version