Semarang – Jawa Tengah(3/11). Program Studi Magister Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro menyelenggarakan Summer Course pada 1-4 November 2022 dengan tema, “Austronesian Today: Origins, Cultures, and Diaspora” melalui platform Zoom meeting. Program ini juga didesain dalam rangka Undip menuju World Class University dan mendukung agenda global dari Sustainable Development Goals, khususnya pada poin 4.7, yaitu mengapresiasi perbedaan-perbedaan yang ada dalam kebudayaan di dunia.

Diskursus mengenai Austronesia menjadi hal yang selalu relevan pada masa kini. Sebagai bangsa, kita memiliki kecenderungan untuk melacak “identitas komunal” yang melekat pada ciri fisik, sebut saja warna mata, bentuk hidung, bahkan lekukan dagu. Selain itu, juga pada kebudayaan, yang termanifestasi dalam jenis ritus dan ragam bahasa yang dimiliki. Sejauh mana persamaan juga perbedaan yang mewarnai sebagian besar bangsa-bangsa di Asia Tenggara, Madagascar, New Zealand dan Hawaii yang diyakini bernenek moyangkan Austronesia?

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Dr. Nurhayati, M. Hum., yang sejak awal memberikan dukungan untuk penyelenggaraan acara ini berharap bahwa Summer Course ini menjadi medium untuk membuka wawasan terkait identitas kebangsaan dan menjalin jejaring dengan berbagai kolega dari berbagai universitas luar negeri.

Selanjutnya dalam sambutan Summer Course (1/11/22), Ahmad Ni’matullah Al-Baarri, Ph.D,  selaku Koordinator Summer Course Program di tingkat Universitas Diponegoro mengungkapkan bahwa 1st Summer Course yang diselenggarakan oleh Prodi Magister Sejarah merupakan Summer Course paling spektakuler sepanjang penyelenggaraannya di Undip. Hal ini tercermin dari tema yang menarik dengan pembicara-pembicara yang berasal dari beragam latar belakang, dan jumlah peserta yang berhasil dihimpun, yaitu 130 peserta, terdiri atas 80 peserta dari luar negeri (Korea, Taiwan, Filipina, Malaysia, Cina, India, dan Bangladesh) dan 40 dari Indonesia. Adapun peserta tersebut berasal dari berbagai universitas, seperti National Dong Hwa University-Taiwan, Marinduque State College-Filipina, Universiti Malaysia Sabah-Malaysia, Ningxia University-Cina, BRAC University-Bangladesh, dan lain-lain.

Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum. selaku ketua Program Studi Magister Sejarah memandang urgensi program studi untuk berperan aktif dalam mengkaji migrasi dan diaspora bangsa-bangsa Asia Tenggara untuk menggali nilai-nilai kesamaan budaya, genetik, dan sejarah serta memberikan solusi atas permasalahan identitas yang sedang dihadapi bangsa-bangsa Asia saat ini, khususnya Indonesia dalam meningkatkan kesadaran akan identitas.

Proses migrasi yang terjadi seolah menjadi titik balik peradaban manusia di Asia Tenggara khususnya Indonesia karena budaya yang dibawanya cepat menyebar dan menjadi budaya yang hingga kini masih bertahan. “Bagaimana proses penyebaran penutur bahasa Austronesia dan pengaruhnya terhadap kebudayaan di Asia Tenggara. Bagaimana perkembangan budaya dan masyarakat penutur bahasa Austronesia pada periode 4500-1500 tahun yang lalu, serta cerita mengenai penjelajahan Austronesia melintasi Samudera Hindia. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan kita temukan dalam Summer Course ini,” Ungkap Noor Naelil Masruroh, M. Hum. selaku koordinator dari Summer Course Program dari Magister Program.

Summer Course ini menghadirkan 9 pembicara dengan kepakaran masing-masing. Pada hari pertama, Adhi Agus Oktaviana, Ph.D. (Cand) dari Center for Prehistoric and Austronesian Studies, Indonesia and Griffith University, Australia memaparkan tentang “Austronesian Painting Traditional in Indonesian Rock Arts”.

Pada hari kedua, Prof. Dr. James T. Collins, yang dikenal sebagai pakar Bahasa dari Institute of Ethnic Studies National University of Malaysia menjelaskan tentang, “Austronesian Language Family Diaspora,” dilanjutkan dengan paparan dari Gazi Mizanur Rahman, Ph.D. BRAC University, Bangladesh, mengenai “The Austric People in the Bengal Delta: Migration and Discontents of the Santal Community,” dan Dr. Phil. Stefan Danerek Lund University, Sweden tentang, “Austronesian Rituals: Construction Sacrifice in Eastern Indonesia”.

Selanjutnya, pada hari ketiga, Dr. Dan Bendrups dari La Trobe University, Australia menyampaikan materi dengan judul “Austronesian Music in Southeast Asia”. Pembahasan mengenai lagu-lagu Austronesia disampaikan oleh  Tim Cole Co-founder dari ‘Small island Big Song’, seorang music producer, filmmaker Australi dengan judul, “Connecting Songs among the Austronesian, Descents.” Selain itu, juga dibahas mengenai jejak kebudayaan dari para pengembara Austronesia oleh Prof. Dr. Ismail Ali, dari Universiti Malaysia Sabah, Malaysia dengan judul “Tracing The Civilization of Austronesian Seafarers in Archipelagic of Southeast Asia: A Preliminary Study.”

Paparan yang juga ditunggu-tunggu adalah “Genetics Identification of Austronesian DNA in Indonesia” oleh Prof. Herawati Sudoyo, MD., Ph.D dari Mochtar Riadi Institute for Nanotechnology, Universitas Pelita Harapan, Indonesia. Materi terakhir adalah paparan dari Prof. Dr. Pierre-Yves Manguin dari E cole française d’Extre me-Orient France tentang “Austronesian Shipping in the Indian Ocean: Outrigger Boats to Trading Ships”. (Fanada Sholihah/ Sejarah)

Share this :