“Ritual Labuhan Alit merupakan ritual yang dilakukan setiap 30 Rajab untuk merayakan Jumenengan Dalem (naik tahta) Sultan Hamengkubuwana di Keraton Jogjakarta. Dalam penelitiannya dijelaskan  bagaimana ritual Labuhan Alit dapat merepresentasikan transformasi legitimasi kekuasaan raja atas rakyat sebagai sebuah representasi dari tatanan kekuasaan sosial politik. Penelitian ini  menggunakan teori post strukturalisme Bourdieu dan Giddens, dengan memfokuskan pada teori struktural Bourdieu dan teori strukturasi, reproduksi dan dominasi Giddens” ungkap Dr. Ken Widyatwati, S.S., M.Hum., Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.

Teori Bourdieu berfungsi untuk menjelaskan secara detail fungsi dan proses pelibatan budaya dan tradisi dalam perilaku sosial, sedangkan teori strukturasi digunakan untuk menjelaskan proses terjadinya perilaku sosial dalam masyarakat. Penggabungan teori ini berguna untuk memahami keberlangsungan komunikasi antara Keraton dan masyarakat melalui kontruksi ritual Labuhan Alit.

Penelitian ini  menggunakan metode kualitatif ,  berdasarkan analisis diperoleh hasil bahwa perimbangan kekuasaan antara Sultan dan rakyat adalah hubungan antara penguasa dan yang diperintah. Hubungan antara raja dan rakyat dalam ritual Labuhan Alit merupakan kekuatan simbolik yang memberikan kekuasaan sosial politik kepada sultan. Hubungan dan komunikasi yang tercipta dalam ritual Labuhan Alit tercipta melalui hubungan struktural antara sultan, keraton dan rakyat. Masyarakat menganggap ritual Labuhan Alit sebagai sumber keselamatan dan kesejahteraan. Sedangkan Keraton dan Sultan memposisikan ritual Labuhan Alit sebagai aset budaya yang dapat digunakan untuk mendominasi dan melegitimasi masyarakat sehingga harus dilestarikan.

“Transformasi budaya dalam pelaksanaan ritual Labuhan Alit merupakan proses pengembangan bentuk ritual dari yang murni tradisional ke bentuk baru sesuai perkembangan teknologi. Reproduksi ritual Labuhan Alit menjadi wahana legitimasi sultan dan menunjukkan kekuasaan sultan untuk menjaga relasi dan eksistensi. Kekuasaan dan kekuatan Sultan dalam melaksanakan ritual Labuhan Alit menunjukkan kewibawaan Sultan dalam tatanan sosial politik untuk melestarikan identitas Keraton Yogyakarta dan warisan budaya” jelas Dr. Ken. (Lin/Rafi-Humas)

Share this :