,

RSND UNDIP Gelar Seminar Online Holistic dan Komprehensif Diabetes Melitus pada Lanjut Usia

Dalam rangka memperingati Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) Tahun 2022, Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) pekan lalu mengadakan Seminar Online “Holistik dan Komprehensif Diabetes Melitus pada Lanjut Usia”.

Dalam sambutannya,  Dr. dr. Sutopo Patria Jati, M.M., M.Kes, selaku Direktur Utama RSND menyampaikan kegiatan ini menjadi momentum sharing dan komitmen untuk bisa memberikan informasi terkini tentang perkembangan isu-isu kesehatan termasuk tatalaksana serta pengobatannya, diharapkan menjadi salah satu kegiatan yang bisa diadakan secara rutin oleh RSND dan Fakultas Kedokteran Undip. Hal ini akan menjadi bagian penting perwujudan dari  rumah sakit pendidikan  yang diharapkan lebih responsif dalam membagikan keilmuan atau keahliannya.

Pada sesi pertama seminar ini diisi 4 orang pembicara dr. Sigid Kirana Lintang B., Sp.FM (K), dr. Yosep Purwoko, M.Kes, Sp.PD (K-Ger), dr. Etisa Adi Murbawani, M.Si, Sp.GK (K), Intan Rahmania Eka Dini, M.Sc., Apt dan dimoderatori oleh dr. Budi Laksono.

Dalam materinya dr. Sigid menyampaikan mengenai ciri keutamaan dokter adalah noble proffesion, mengutamakan kepentingan pasien, mengesampingkan kepentingan pribadi, dan dan mengusahakan yang terbaik untuk pasien.

“Dokter adalah manusia yang penuh dengan keterbatasan, tugas dokter bukan menghindarkan manusia dari kematian atau kegagalan pengobatan. Banyak sisi diluar medis yang sangat mempengaruhi hasil pengobatan. Pemahaman mengenai prinsip Ordinary dan Extra Ordinary bisa menghindarkan dokter dari perasaan bersalah ketika tidak berhasil mengobati pasien” tuturnya.

dr. Yosep Purwoko, M.Kes, Sp.PD (K-Ger) membahas mengenai Diabetes Melitus (DM) yang merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan atau sekresi insulen, kerja insulin atau keduanya. Tujuan penanganan DM untuk mencegah terjadinya dekompensasi metabolik akut, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat komplikasi, pencapaian kualitas hidup yang lebih baik, dan pemberian obat-obatan secara agresif dan non prosedural adalah tidak benar.

“Keluhan klasik DM antara lain poliuria, polydipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Langkah-langkah pokok penanganan DM pada populasi geriatrik antara lain edukasi dan penanganan individual, pencegahan dan penanganan terhadap adanya risiko kardiovaskuler, mengendalikan stress glikemik, serta penyaringan dan penanganan terhadap timbulnya syndroma geriatri yang sering terjadi pada lansia yang menderita DM, misalnya depresi, gangguan kognitif, inkontinensia urine, jatuh, nyeri, dan polifarmasi” ungkap dr. Yosep.

Sementara dr. Etisa menjelaskan pengaturan makan pada pasien DM bersifat individual disesuaikan dengan kebiasaan dan menjadi pola makan sehari-hari. Pemberian pola makan “Small Frequent Feeding” sangat tepat diterapkan pada lansia dengan DM untuk mengontrol kadar gula darah pasien DM, dan perlunya kombinasi pengaturan pola makan dan aktifitas fisik untuk mengontrol kadar gula darah pasien DM.

“Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi organ pada lansia salah satunya fungsi gastrointestinal. Adanya DM yang tidak terkontrol juga semakin mempercepat penurunan fungsi tersebut, lansia akan semakin terganggu asupan makanannya. Faktor gizi merupakan salah satu hal yang dapat diubah untuk mengontrol kadar gula darah, mencegah komplikasi dan penurunan fungsi fisik dan mental akibat DM” katanya.

Intan Rahmania Eka Dini, M.Sc., Apt menuturkan didalam konseling perlu menuturkan apakah pasien faham dan yakin akan diagnose dan pengobatan, memperhatikan kesehatannya, mengetahui apa yang terjadi apabila penyakit tidak diobati, yakin mengenai obat yang dipakai akan bekerja, mengetahui cara memakai obat, mengetahui kapan dan apa yang terjadi saat onset, menganggap nilai kesembuhan lebih besar dari biaya pengobatan, yakin bahwa tenaga kesehatan membantu, dan siap untuk memakai obat.

Pemicara pada sesi kedua yaitu dr. Widodo Sarjana AS, MKM., Sp.KJ., dr. Arinta Puspita Wati Sp.S(K), dr. Hari Peni Julianti, M.Kes., Sp.KFR (K), FISPH, FISCM dan dimoderatori oleh dr. Dwi Ngestiningsih, Sp.PD (K-Ger), M.Kes, FINASIM.

dr. Widodo memaparkan mengenai gejala depresi antara lain kesedihan; hilang minat pada aktivitas dan hobi yang dulu disukai; kelelahan dan penurunan energi; pesimis atau putus asa; tidak berdaya atau merasa bersalah; mudah tersinggung dan merasa gelisah; sulit konsentrasi, mengingat detail dan mengambil keputusan; insomnia terbangun dini hari atau malah tidur berlebih;  ada ide atau telah melakukan percobaan bunuh diri; mengeluhkan nyeri, sakit kepala, sakit perut terus menerus dan tidak membaik meski dengan pengobatan.

“Gejala depresi pada lansia sering tidak dikenali karena tampak sebagai keluhan fisik, lansia depresi juga sering mengeluh lupa sehingga dianggap sebagai dimensia, merasa sedih paling sedikit dua minggu. Sementara tantangan diabetes dan depresi adalah diabetes dengan komorbiditas depresi adalah masalah klinis yang menantang tetapi masih kurang diperhatikan. Gejala depresi mempengaruhi hingga sepertiga dari penderita diabetes tidak hanya menganggu kualitas hidup tetapi juga menambah kesulitan yang dialami dalam manajemen diri diabetes. Sehingga professional kesehatan wajib untuk mengidentifikasi depresi pada orang dengan diabetes, mengobati secara efektif”

Pembicara kedua sesi ini, dr. Arinta Puspita Wati, Sp.S (K) membahas mengenai Neuropati Diabetika yang merupakan gangguan saraf akibat komplikasi penyakit diabetes melitus. Kerusakan saraf ini dapat meliputi baik pada saraf somatik dan ataupun saraf otonom. Salah satu bentuk gejalanya dapat berupa keluhan nyeri kronik ditandai dengan rasa kesemutan, terbakar, tertusuk, tertembak, tersayat bahkan rasa kesetrum. Penanganan neuropati diabetika perlu dilakukan dengan tepat dan hati-hati terutama pada pasien lanjut usia. Selain obat-obatan, perlu dilakukan langkah pencegahan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

dr. Hari Peni Julianti, M.Kes., Sp.KFR (K), FISPH, FISCM dalam materinya mengenai Rehabilitasi pada pasien DM Lanjut Usia mengungkapkan akan pentingnya latihan fisik yang teratur guna memperbaiki sensitivitas insulin, kendali glukosa darah, mempertahankan/menurunkan berat badan, meningkatkan kadar kolesterol-HDL, dan menjaga kebugaran.

Kadar gula darah tidak terkontrol yang dialami penderita DM dapat menyebabkan rusaknya pembuluh darah maupun saraf kaki. Kondisi ini menyebabkan penyembuhan luka yang lama. Untuk mencegah terjadinya luka, pasien harus cermat merawat dan menjaga kesehatan kaki. Salah satu caranya dengan menggunakan sepatu khusus untuk penderita diabetes.

“Sepatu custum made dapat disesuaikan dengan kontur dari setiap penderita diabetes. Bahan inline yang lembut, sedikit area sambungan, toebox yang menyesuaikan dapat open toebox atau closed toebox, midsole yang lunak, outsole yang cukup tebal dengan profil rocker bar, untuk sisi lateral medial yang juga menentukan lebar sepatu sebaiknya yang sesuai dengan lebar kaki pasien, dan ada pengikat. Menggunakan kaos kaki ukurannya sesuai tanpa band yang kencang di area ankle atau betis, serta digunakan terbalik, dan sebaiknya mempunyai lebih dari satu” terang dr. Peni.

“Kemampuan fungsional adalah kemampuan atau keterampilan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, hobi, pekerjaan, aktualisasi intelektual, interaksi sosial, peran keluarga, dan masyarakat. Klasifikasi WHO untuk gangguan DM tipe II berdasarkan ICF dibedakan dalam body functions, body structures, activity, participation, impairments, activity limitations, participation restrictions, dan environmental factor” pungkasnya. (Lin-Humas)

Share this :

Kategori

Arsip

Berita Terkait