,

Moch. Chabachib Jadi Guru Besar FEB UNDIP di Usia Lansia, Dorong 4 Cara Penerapan Akhlakul Karimah Kebijakan Keuangan di Indonesia

SEMARANG – Makin hari jumlah perusahaan yang go public di pasar modal Indonesia makin banyak. Data per 15 Januari 2020 menunjukkan ada 677 perusahaan yang terdaftar. Sayangnya perkembangan dan  bertambah  banyaknya  perusahaan  yang go  public di  pasar  modal  tidak  diikuti  dengan bertambahnya kesejahteraan masyarakat sehingga kemiskinan masih relatif besar berkisar di atas tingkat 9%.

“Menurut saya permasalahan inti dari keadaan ini adalah karena kebijakan keuangan sebagian besar perusahaan  semata  didasarkan  pada asas  peluang  dan  kelayakan bisnis,  jaminan  dana  yang  ditanamkan  atau diinvestasikan,  target  laba  yang  diinginkan,  dan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku saja. Mereka belum banyak yang menerapkan kebijakan yang berujung pada kemaslahatan umat,” demikian disampaikan Prof. Dr. Drs. Mochammad Chabachib, M.Si., Akt; pada pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro (UNDIP), Kamis (10/6/2021).

Dalam orasi ilmiah yang diberi judul “Kebijakan Keuangan Perusahaan Menuju Penerapan Akhlakul Karimah di Indonesia” Chabachib yang pernah menjabat Dekan FEB selama dua periode dari 2002 sampai dengan tahun 2010 ini mengingatkan, “Sebetulnya Islam mengajarkan sistem  ekonomi  yang  dapat memberikan  kemaslahatan  umat  dan  alam  semesta,” kata akademisi yang meraih gelar profesor di usia ke-67, setelah purna tugas.

Menarik untuk dicatat, dari 21 guru besar yang dikukuhkan periode ini Chabachib satu-satunya profesor dengan NIDK (Nomer Induk Dosen Khusus), meski dia juga punya NIDN (Nomer Induk Dosen Nasional) yang melekat pada satusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berlaku sampai usia pensiunnya pada 1 Desember 2019. “Saya berharap teman-teman yang sudah purna tugas tetap bersemangat belajar karena peluang menjadi guru besar tetap terbuka. Ini sudah saya buktikan sendiri, sebagai PTNBH Undip sekarang lebih terbuka dan menempatkan dosen sebagai aset penting,” kata dosen yang pasca-pensiun tetap aktif menulis di jurnal nasional dan internasional bereputasi.

Sosok yang menjadi Pembantu Rektor (Sekarang Wakil Rektor) II Undip pada periode  2011 – 2015 ini berharap para  pelaku  bisnis atau perusahaan  mengubah pola pikir dan perilakunya, berupaya berbuat yang terbaik buat masyarakat,  bangsa  dan negara  serta  alam  semesta; melalui kebijakan keuangan yang  akhlakul  karimah. “Selanjutnya dengan akhlakul karimah yang dilaksanakan oleh perusahaan akan terwujud masyarakat yang sejahtera dan lingkungan yang tertata dan terjamin kelestariannya” tambah lulusan program S1 FEB Undip, yang menempuh studi S2 dan S3-nya di Universitas Padjajaran Bandung.

Mengenai penerapan akhlakul  karimah, ayah 3 anak dari perkawinannya dengan Dra. Hj. Endang Dwiastuti, M.Si; dapat dilakukan dengan 4  (empat)  cara,  yaitu: Pertama, halal barangnya, halal cara perolehannya; halal cara penggunaannya; serta memenuhi kriteria tidak boleh mengandung  unsur   riba, gharar,  dan maysir. Kedua, kriteria  seleksi  efek  syariah dimana perusahaan tidak   melakukan kegiatan   usaha seperti permainan yang tergolong judi, perdagangan yang dilarang menurut syariah, jasa keuangan ribawi, jual-beli risiko  yang mengandung unsur ketidakpastian; memproduksi, mendistribusikan,  memperdagangkan, menyediakan barang dan jasa haram yang merusak moral, bersifat mudarat; serta tidak melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

Sedangkan yang ketiga, perusahaan memenuhi rasio-rasio keuangan total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% maupun total  pendapatan  bunga  dan  pendapatan  tidak  halal  lainnya  dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari10%. Adapun yang keempat, investasi syariah tidak boleh mengandung riba. “Itu sudah diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan, namun saya memandang itu perlu didorong dan diwujudkan dengan dukungan regulasi lain untuk menguatkannya,” tutur kakek 5 cucu penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 30 tahun dai Pemerintah Republik Indonesia ini.

Chabachib yang menjalani pendidikan dasar dan menengahnya di Kota Pekalongan dan merupakan lulusan SMAN 1 Pekalongan tahun 1972, memaknai akhlakul karimah sebagai berperilaku terpuji. Filosofi Jawa seperti “migunani marang liyan, urip iku urup” merupakan bagian dari perilaku terpuji atau akhalkul karimah yang dimaksudkannya.

Mengenai kiat penerapan akhlakul  karimah di perusahaan, dia merujuknya dengan menerapkan prinsip ESG (Environmental, Social and Governance) dan melaksanakan prinsip-prinsip syariah.  “Sekarang sudah  terjadi pergeseran  tujuan  perusahaan yang  sebelumnya  berfokus  pada stockholder menjadi stakeholder. Investasi yang akhlakul karimah sudah pasti comply dengan prinsip  syariah dan ESG serta otomatis mendukung TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan-Red),” kata akademisi kelahiran Pekalongan 20 November 1954 yang pernah menjadi dosen teladan tahun 1987 dan 1989.

Namun  diingatkan, investasi  ESG  belum  tentu sesuai  dengan  prinsip  syariah,  karena prinsip  syariah  lebih  ketat  dari  prinsip  ESG. Investasi yang  akhlakul  karimah adalah investasi yang  mencerminkan  pribadi  umat muslim dalam  rangka  mewujudkan Islam sebagai agama Rahmat  Lil  Alamin,  dan  investasi yang  dilakukan  harus  memberikan dampak  positif bagi  semesta. “Saya juga berharap pada akhirnya dapat dikembangkan Indeks Saham Akhlakul Karimah (ISAK) di pasar modal Indonesia” ujar Chabachib.

Perusahaan dimanapun perlu  memiliki  perencanaan bisnis  dan penganggaran yang baik. Semua itu diarahkan untuk peningkatan kinerja perusahaan. Sementara perusahaan yang akan menerapkan akhlakul  karimah melalui perencanaan bisnis dan penganggaran perusahaan, bisa merancang pelaksanaan operasional perusahaan dengan cara yang disebutkan di atas. Jika konsisten maka pemilik, manajemen dan para pihak yang berkepentingan memperoleh jaminan keberlangsungan usaha dan kesejahteraan bagi seluruh pihak.

“Sebagai guru besar, saya harus lebih berhati-hati dalam berperilaku. Saya harus terus belajar, tidak ada istilah sudah sore atau malam. Semua yang dilakukan harus menuju akhlakul karimah,” pungkasnya. (tim humas)

Share this :

Category

Arsip

Related News