,

Himpunan Mahasiswa Sejarah Undip Gelar Webinar “Upaya Menghidupkan Kembali Kemaritiman Sebagai Bentuk Identitas Bangsa Indonesia”

Himpunan Mahasiswa Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro menyelenggarakan Webinar Nasional Pekan Kesejahteraan Undip Tahun 2021 dengan tema “Upaya Menghidupkan Kembali Kemaritiman Sebagai Bentuk Identitas Bangsa Indonesia”, sabtu (21/8). Hadir sebagai pebicara Prof. dr. Singgih Tri Sulistiyono, M.Hum. (Guru Besar Sejarah Undip) dan Syefri Luwis ( Peneliti Sejarah Museum Bank Indonesia).

Dalam kesempatannya Prof. Singgih menyampaikan bahwa paradigma maritim merupakan pola pikir (pattern of thought) atau cara pandang terhadap diri dan lingkungannya sebagai bangsa dan negara maritim yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif/psikomotor). Fakta geografis dan pengalaman historis, bangsa Indonesia telah menjalani ‘takdir sejarah’ sebagai bangsa maritim. Dominasi kolonialisme telah meredupkan ‘takdir sejarah’ itu. Oleh sebab itu tugas generasi sekarang adalah menyelesaikan ‘takdir sejarah’ sebagai bangsa maritim yang besar di masa mendatang yang sesuai dengan jatidiri bangsa Indonesia.

“Paradigma maritim adalah konsep pembangunan yang didasarkan pada jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim yang bersumber dari perjalanan sejarah sebagai komuntas bangsa yang menduduki wilayah kepulauan Nusantara. Sedangkan definisi Negara Maritim untuk Indonesia adalah negara yang mampu membangun kekuatan maritimnya (seapowers) baik di bidang pelayaran dan perdagangan (merchant shipping), kekuatan pertahanan dan keamanan maritim (maritime fighting instruments), dan  kemajuan teknologi kemaritiman (maritime technology) untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara sinergis (laut dan darat) dalam kerangka dinamika geopolitik guna mencapai kemakmuran dan kejayaan bangsa dan negaranya” tuturnya.

“Untuk membangun negara maritim yang besar perlu sosialisasi dan enkulturasi nilai-nilai budaya sejarah dan budaya maritim melalui media pendidikan, seni, sastra, dan sebagainya. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa selama masa penjajahan jiwa dan semangat bahari telah mengalami penurunan” lanjutnya.

Sementara Syefri Luwis dalam materinya dengan judul Rempah dan Mata Uang Era Kerajaan:Sebuah Keterikatan, menuturkan bahwa pada masa kuno, rempah-rempah menjadi simbol eksotisme, kekayaan, prestise, dan sarat dengan kesakralan yang pernah dihargai setara dengan emas. Rempah-rempah pada masa itu menjadi simbol eksotisme, kekayaan, prestise, sekaligus digunakan sebagai penyedap rasa, pengawet, dan obat berbagai penyakit. Sehingga zaman perdagangan itu mengakibatkan permintaan mata uang mengalir ke wilayah nusantara. (Linda Humas)

 

 

 

Share this :

Category

Arsip

Related News