,

dr. Maria Erika Pranasakti, Sp.PD. (Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSND UNDIP): Pasien Diabetes Boleh Berpuasa, tetapi Harus Memperhatikan Kondisi Tubuh

Diabetes atau penyakit gula adalah penyakit kronis atau yang berlangsung jangka panjang. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa) hingga di atas nilai normal. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh manusia. Glukosa yang menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh dengan baik dapat menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Jika diabetes tidak dikontrol dengan baik, dapat timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa penderita. Puasa diketahui memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh, termasuk bagi pengidap diabetes. Pengidap diabetes harus terlebih dahulu membicarakan kondisinya pada dokter dan memiliki riwayat gula darah terkontrol baru dapat ikut berpuasa.

“Penderita diabetes harus dapat mengklasifikasikan masuk dalam kategori pasien diabetes risiko sangat tinggi, tinggi, sedang atau rendah. Risiko tinggi adalah mereka yang pernah mengalami  hipoglikemia yang berat dan penurunan gula darah dalam 3 bulan terakhir menjelang ramadahan ini, atau hipoglikemia berulang, perempuan yang sedang hamil, pasien-pasien cuci darah, mereka yang mengalami kegawatan yakni  Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS) dalam tiga bulan terakhir. Mereka termasuk pasien yang memiliki risiko sangat tinggi apabila berpuasa” tutur dr. Maria Erika Pranasakti, Sp.PD., Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Nasional Diponegoro Universitas Diponegoro.

“Kemudian masuk kategori yang sedikit rendah di bawahnya, yaitu mereka yang mengalami hipoglikemia sedang, kategori gulanya 150 sampai 300 atau pasien diabetes yang tinggal sendiri dan tidak ada ada anggota keluarga yang menemani, pasien-pasien usia lanjut atau memiliki kormobid lain, misalnya pernah stroke, terkena serangan jantung masuk dalam risiko tinggi. Yang masuk risiko sedang itu diabetes yang terkendali dan yang rendah yang menggunakan salah satu macam obat saja. Biasanya pasien yang masuk kategori risiko sedang atau rendah masih aman tetapi mereka yang masuk risiko sangat tinggi dan tinggi harus mewaspadai beberapa hal. Ada tanda-tanda yang mereka harus pahami di dalam tubuh, kapan harus segera membatalkan puasa” lanjutnya.

dr. Maria menyampaikan bagi pasien-pasien yang akan melaksanakan ibadah puasa, harus mempersiapkan diri tidak di saat-saat akhir tetapi 1 atau 2 bulan sebelumnya atau sejak awal sehingga saat masuk bulan ramadan sudah tertata dengan baik. Ketika puasa terjadi perubahan pola makan, biasanya 3 kali sehari menjadi 2 kali sehari (sahur dan berbuka). Terdapat periode tidak makan sekitar 12 jam dan orang sering mengira bahwa dengan berpuasa gula darahnya akan rendah padahal tidak hanya itu, gula darah yang rendah atau hipoglikemia hanya salah satunya karena ada juga kondisi hiperglikemia atau gula darahnya justru malah naik. Hal tersebut disebabkan bisa karena dehidrasi atau tubuh kekurangan cairan. Serta ada kondisi kegawatan seperti ketoasidosis diabetik yaitu kegawatan yang mungkin terjadi ketika pasien diabetes ada suatu penyakit dalam tubuhnya, biasanya infeksi akut yang tidak disadari, tetapi berpuasa dan ketika gula darahnya mencapai ambang tertentu akan terjadi kegawatan diabetes.

“Hal yang perlu dipersiapan penderita diabetes sebelum menjalankan ibadah puasa, diantaranya adalah asupan nutrisi, pasien diabetes disarankan untuk makan pada kisaran dietnya sekitar 1.200 sampai dengan 2.000 kalori. Cara menghitung kalori disesuaikan dengan berat badan ideal tiap orang, dan pasien harus mengasup karbohidrat 40-50 persen dari total kalori. Karbohidrat kompleks lebih disaranksn. Asupan cairan sekitar 30 sampai 50 cc per kg berat badan dan disesuaikan apakah penderita diabetes memiliki penyakit lain seperti gagal ginjal atau jantung sebab kebutuhan cairannya sedikit berbeda. Upayakan makan sahur mendekati waktu imsak, ketika berbuka tidak disarankan mengkonsumsi yang terlalu manis dan menghindari minuman yang mengandung kafein. Terkait dengan obatnya, sebaiknya didiskusikan dengan dokternya” terangnya.

Lebih lanjut ia mengatakan untuk nutrisi dan cairan, kebutuhan kalori harian dalam jumlah 1200-2000 kalori didistribusikan untuk sahur (30-40%) dan berbuka (40-50%), ditambah 1-2 camilan sehat (10-20%). Komposisi nutrisi terdiri dari karbohidrat (40-50%), sebaiknya dengan indeks glikemik rendah sehingga energi dapat dilepaskan secara perlahan; protein 20-30% berupa kacang-kacangan, ikan, unggas atau daging; lemak 30-35% berupa lemak monosaturasi dan lemak tak jenuh ganda; lemak jenuh harus dibatasi < 10% dari total asupan kalori harian; dan asupan serat yang cukup dari buah, sayur. Mempertahankan tingkat hidrasi dengan minum cukup air sebanyak 30-50 cc/kg/berat badan, (disesuaikan dengan kondisi ginjal dan jantung pasien). Hal ini dilakukan untuk mencegah dehidrasi dan menurunkan risiko thrombosis. Makan sahur disarankan seakhir mungkin sebelum memulai puasa.

Makanan yang mengandung banyak gula, minuman manis, sirup, jus kalengan, atau jus segar dengan tambahan gula harus dihindari setelah berbuka puasa dan di antara waktu makan. Hindari pula minuman berkafein karena bersifat diuretik yang dapat menyebabkan dehidrasi. Sedangkan aktivitas fisik yang rutin dilakukan dapat diteruskan selama Ramadan, olahraga ringan dan sedang dapat dilakukan pada pagi hari atau setelah berbuka puasa. Olahraga berat harus dihindari selama jam-jam puasa dan terutama sebelum buka puasa karena risiko tinggi hipoglikemia dan dehidrasi. Sholat Tarawih yang dilakukan di bulan Ramadan juga merupakan bagian dari aktivitas olahraga sehari-hari karena melibatkan aktivitas fisik yang teratur seperti rukuk, berlutut, dan bangun.

“Bagi pasien-pasien diabetes harus menyadari posisi saat ini, apakah masuk kategori risiko sangat tinggi, tinggi, sedang atau rendah. Untuk risiko sangat tinggi harus waspada, lakukan pengecekan gula darah lebih sering dan harus diwaspadai gejala-gejala dari hipoglikemia dan hiperglikemia. Apabila dalam pengecekan gula darah kurang dari 70 atau lebih dari 300, kami merekomendasikan untuk membatalkan puasa sedangkan untuk pengaturan obat harus dikonsultasikan dengan dokter agar tetap bisa menjalankan ibadah puasa dengan baik tetapi tidak muncul komplikasi” pesan dr. Maria. (Lin-Humas)

Share this :

Kategori

Arsip

Berita Terkait