,

Lydia Christiani, S.Hum., M.Hum. (Dosen Ilmu Perpustakaan FIB UNDIP): Ilmu Perpustakaan Memiliki Posisi Yang Krusial Dalam Perkembangan Peradaban

Secara umum berbicara mengenai Ilmu perpustakaan, mahasiswa akan diajari cara mengelola dokumen dan sistem dokumentasi pada berbagai pusat dokumentasi dan informasi agar dapat berdaya guna bagi perkembangan pengetahuan di tengah masyarakat. Berbagai kemampuan dalam hal manajemen, pemasaran, komunikasi, aplikasi teknologi informasi, serta kajian diseminasi informasi harus dikuasai oleh lulusan dari program studi ilmu perpustakaan. Ilmu Perpustakaan merupakan salah Program Studi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro yang memiliki misi diantaranya menyelenggarakan pendidikan berbasis penelitian (research-based teaching) yang berkualitas secara nasional dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi serta mengembangkan penelitian dan publikasi ilmiah sebagai sumbangan terhadap perkembangan ilmu perpustakaan dan informasi.

“Jika dilihat secara lateral, pasti banyak yang menyangka atau yang dibayangkan adalah menjadi penjaga perpustakaan. Namun, apabila dipelajari lebih lanjut akan mulai terlihat bahwa perpustakaan adalah lembaga document control, terutama dokumen literer, dokumen yang punya fungsi literer atau referensi, yang punya peran penting dalam pengembangan pengetahuan dan inovasi, bahkan peradaban manusia. Sehingga memangku profesi pustakawan, berarti memiliki tugas menjaga siklus pengetahuan di tengah masyarakat. Sederhananya, menjadi pustakawan bukan menjaga perpustakaan atau koleksi perpustakaannya, namun tentang bagaimana memberdayakan perpustakaan sebagai knowledge centre untuk pengembangan inovasi di tengah masyarakat” ungkap Lydia Christiani, S.Hum., M.Hum., Dosen Ilmu Perpustakaan FIB Undip.

“Peluang dan prospek kerja dari Ilmu perpustakaan sangat luas. Dimana ada kebutuhan document control, pengembangan pengetahuan, pengembangan inovasi, pasti dibutuhkan profesi pustakawan. Mulai dari tataran pusat pemerintahan hingga daerah. Baik, pada ranah nasional maupun internasional. Jika pada ranah nasional mulai dari lembaga dokumenter yang ada di pusat pemerintahan seperti perpustakaan nasional RI, Arsip Nasional RI, Monumen Pers, Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDDI-LIPI) hingga lembaga pemerintah yang berada di tingkat provinsi maupun kota/ kabupaten. Selain itu juga dibutuhkan pada BUMN maupun instansi swasta, dan tentunya pada lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi” lanjutnya.

Lydia mengatakan bahwa Ilmu Perpustakaan memiliki posisi yang krusial dalam perkembangan peradaban, sebab pada dasarnya peradaban manusia tumbuh karena ada perkembangan pengetahuan dan inovasi, yang mana perkembangan pengetahuan dan inovasi sangat bergantung dari bahan dasarnya yaitu dokumen, dan untuk membuat dokumen dapat didayagunakan dalam mengembangkan inovasi serta pengetahuan tentu membutuhkan orang ahli dalam bidang dokumen dan pustakawan adalah salah satunya. No Document = no traces = no lesson = no knowledge = no civilization.

Menurutnya sebagai akademisi, mengembangkan ilmu sudah bagaikan proses bernapas, jika tidak dikerjakan tentu berujung pada kematian. Dalam berbagai konsorsium internasional, Ilmu Perpustakaan terus berkembang, bahkan kontribusinya diperlukan untuk mendukung salah satu poin Sustainable Development Goals (SDGs), terutama pada Goal kesebelas yaitu sustainable cities and communities: Make cities and human settlements inclusive, safe, resilient and sustainable, melalui pendekatan konvergensi institusi kultural yang meliputi galeri, perpustakaan, lembaga kearsipan, museum, monumen dan situs. Semua institusi kultural tersebut merupakan garda depan peradaban manusia. Institusi kultural tersebut memiliki akses kepada pemberdayaan pengetahuan sebagai misinya. Institusi kultural tersebut merupakan gerbang penghubung jejakan pengetahuan yang sudah dihasilkan di masa lampau dengan inovasi di masa yang akan datang.

“Hal inilah yang pada akhirnya juga menempatkan perpustakaan dan pustakawan pada posisi krusial untuk menyokong terwujudnya sustainable cities and communities melalui pemberdayaaan pengetahuan di tengah masyarakat. Esensi dan fungsi krusial perpustakaan sebagai salah satu institusi kultural guna menyokong sustainable cities and communities yang sebetulnya juga merujuk pada peradaban masyarakat inilah yang terus saya kembangkan bersama konsorsium di Indonesia dan tentunya dasar tersebut juga selalu saya sampaikan pada mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa Indonesia” lanjutnya.

Perpustakaan bisa dikatakan sebagai lumbung ilmu pengetahuan, namun tentunya perpustakaan tidak sepopuler mall atau tempat hiburan lainnya yang banyak dikunjungi orang. Dalam konteks ini tentu diperlukan suatu terobosan baru dan serius serta berkelanjutan untuk menjadikan perpustakaan sebagai rumah belajar yang dekat dengan masyarakat. Ia menuturkan terkait dengan peran kunci perpustakaan dalam keikutsertaannya mendukung SDGs dalam mewujudkan sustainable cities and communities melalui pemberdayaaan pengetahuan di tengah masyarakat, berbagai strategi untuk mendekatkan perpustakaan dengan masyarakat telah menorehkan catatan yang cukup panjang, selain digitalisasi perpustakaan yang terus diupayakan dengan berbasis aplikasi untuk menyesuaikan dengan gaya hidup masyarakat yang semakin dominan berada pada ruang virtual, mewujudkan perpustakaan dalam genggaman menjadi domain yang urgen untuk dilakukan. Meskipun demikian, aspek library as place pun  tetap perlu dikembangkan mengikuti perkembangan generasi, mulai dari konsep taman baca masyarakat, konsep makerspace, hingga pada konsep microlibrary merupakan terobosan yang diinisiasi untuk semakin mendekatkan perpustakaan pada masyarakat. Konsep Microlibrary yang terakhir disebut adalah yang paling mutakhir. Konsep tersebut mengusung aspek “kekinian” yang menjadi ciri generasi zentennial, dan juga generasi alpha, sebab konsep microlibrary tersebut memiliki misi “to make reading attractive again”.

“Hal tersebut ditempuh sebagai upaya untuk menyesuaikan gaya hidup generasi zentennial, dan juga generasi alpha yang atraktif. Dengan konsep microlibrary, perpustakaan didesain aesthetic dengan desain unik, individually design, serta menggunakan bahan  ramah lingkungan. Tidak hanya  dari segi aspek bangunannya saja, microlibrary juga disinergikan dengan berbagai aktivitas atraktif, yang membuat proses membaca menjadi proses yang atraktif. Microlibrary yang menekankan sisi “the power of small, attractive, and many” ditargetkan selesai dibangun pada tahun 2030 di seluruh Indonesia sebanyak 100 bangunan dan siap dimanfaatkan sebagai fasilitas menyuntikkan pengetahuan dan mendorong pertumbuhan inovasi di tengah masyarakat Indonesia” terangnya.

Lydia mengisahkan awal mula menjatuhkan pilihan keilmuan pada Ilmu Perpustakaan dan perjuangan karier hingga menjadi dosen di Undip, ia mengungkapkan alasannya cukup pragmatis pada awalnya. Sebelum mempelajari Ilmu Perpustakaan ia pun tidak memahami value keilmuan Ilmu Perpustakaan. Seperti kebanyakan remaja pada umumnya, saat lulus SMA, tentu ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi sebagai jembatan untuk memperoleh pekerjaan dan mandiri secara ekonomi setelah lulus dari perguruan tinggi. Ketersediaan lapangan pekerjaan yang luas bagi pustakawan adalah alasan utamanya memilih belajar di Program Studi S1 Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya (saat itu Fakultas Sastra) Universitas Diponegoro pada tahun 2006.

“Setelah menyelesaikan pendidikan pada tahun 2010, kemudian saya melanjutkan pendidikan di Program studi Magister Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada tahun 2011-2013. Setelah lulus, saya mengikuti seleksi CPNS pada tahun 2014 dan diterima sebagai dosen Program Studi S1 Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro terhitung mulai April 2015” kenangnya.

Sedangkan harapannya untuk kemajuan Undip menuju World Class University, ia mengatakan bahwa World Class University adalah capaian yang pasti diidamkan oleh setiap perguruan tinggi. Untuk mencapai predikat tersebut memang perlu mengupayakan banyak hal, dan tentunya Undip terus memantapkan langkah menuju World Class University.

“Secara spesifik, saya berharap suatu saat Undip memiliki institusi kultural yang konvergen dalam wujud Pusat Dokumentasi Ilmiah yang cukup kokoh sebagai landasan utama Undip dalam menghasilkan inovasi dan mendayagunakannya bagi masyarakat luas di seluruh Indonesia, yang semakin mendorong kemajuan Undip menuju World Class University dan lebih berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia” pungkasnya. (Linda Humas)

 

 

 

Share this :

Category

Arsip

Related News